Liputan6.com, Minahasa - Tuanku Imam Bonjol, pahlawan nasional sekaligus ulama besar dari Sumatera Barat, wafat dalam pengasingannya di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Di desa kecil pinggiran Kota Manado itu bisa dijumpai jejak peninggalan Imam Bonjol.
Salah satu di antaranya adalah sajadah batu. Pria bernama asli Muhammad Shahab tersebut tak jarang melaksanakan salat lima waktu di atasnya.
Benda itu terletak di kompleks pemakaman Imam Bonjol bersanding dengan tempat wudhunya.
"Di bagian belakang makam ini, ada tempat salat Imam Bonjol, tempat mengambil air wudhu, serta sajadah dari batu," kata penjaga makam Imam Bonjol di Desa Lotta, Abdul Mutalib kepada Liputan6.com di Minahasa, Sulut, Selasa (31/5//2016).
Jaraknya memang tak terlalu jauh dari bangunan utama yang berisi pusara Imam Bonjol, hanya sekitar 100 meter. Namun jalannya menurun dan berkelok-kelok.
Baca Juga
Advertisement
Ada 74 anak tangga yang harus dilalui uuntuk mencapai tempat itu. Sebuah bangunan semi permanen berdiri tepat di antara tebing perbukitan dan aliran Sungai Malalayang. Bangunan bercat hijau dengan dinding setinggi 1,5 meter itu terbagi menjadi dua ruangan.
"Ruangan pertama adalah tempat Imam Bonjol melaksanakan salat. Sedangkan yang kedua sudah dijadikan musala, tempat para peziarah menjalankan ibadah," ujar Abdul, keturunan kelima Apolos Minggu sang pengawal setia Imam Bonjol yang menikahi gadis Minahasa.
Dalam ruangan pertama yang masih tampak keasliannya terdapat sebuah sumur mata air di bagian depan menempel pada dinding perbukitan. Sementara di bagian tengah, ada batu kali berukuran sekitar 2x0,5 meter dengan tinggi sekitar 0,75 meter.
"Batu ini dijadikan sajadah oleh Imam Bonjol saat menunaikan salat," tutur dia.
Bekas Kening
Pada batu sajadah itu, terdapat beberapa cekungan yang dipercaya merupakan bekas kening Imam Bonjol saat bersujud. Juga ada bekas dua tapak tangan dan bekas tempat duduknya.
"Para peziarah belum merasa lengkap kalau tidak melihat langsung tempat ibadah Imam Bonjol ini. Meski jalannya cukup sulit ke lokasi ini," tutur laki-laki yang akrab disapa Popa itu.
Popa mengungkapkan, kunjungan warga ke kompleks pemakaman Imam Bonjol termasuk tinggi. Kebanyakan mereka berasal dari luar Sulawesi Utara. Termasuk keluarga keturunan Imam Bonjol dari Sumbar.
"Apalagi saat liburan atau menjelang bulan suci Ramadan seperti saat ini. Termasuk keluarga besar Imam Bonjol yang berada di Sumatera Barat. Mereka berziarah ke sini, ke makam leluhur mereka," tutur Popa.
Kompleks pemakaman Imam Bonjol ini tergolong unik. Berdiri di dengan bangunan gaya Minangkabau di tengah kampung yang cukup homogen, yakni suku Minahasa yang beragama Kristen. Sementara berbagai ornamen dengan tulisan Arab menghiasi kompleks pemakaman itu.
Seperti disampaikan pengurus Pemuda Katolik Kabupaten Minahasa, Petrus Rampengan.
"Orang Minahasa ini terbuka terhadap hadirnya budaya dari daerah lain. Meski Kristen agama mayoritas di sini, namun keberadaan komunitas Muslim yang merupakan keturunan dari pengawal Imam Bonjol diterima dengan baik," ucap Petrus.
Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat pada 1772. Dia seorang ulama, pemimpin, dan pejuang yang berperang melawan Belanda. Selain itu juga berperang melawan kaum adat untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada 1803-1838.
Imam Bonjol ditangkap lalu dibuang ke sejumlah daerah hingga akhirnya wafat pada 6 November 1864 di Desa Lotta, Sulut.
Advertisement