Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun tepat pada 31 Mei selalu dirayakan sebagai Hari Antitembakau sedunia. Harus diakui, komoditas ini memang terbilang terbilang unik karena termasuk komoditas yang kontroversial hampir di setiap negara.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, kontroversi dari komoditas ini memberikan efek buruk bagi kesehatan namun juga mampu menghasilkan penerimaan negara melalui produk rokok.
"Kontroversial dalam artian di satu pihak memberikan manfaat, seperti cukai, tenaga kerja. Tetapi di lain pihak ada resiko kesehatan. Ini yang harus dicari tengah-tengahnya," ujar dia di Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Dia mengungkapkan, saat ini industri rokok di dalam negeri mampu menyerap tenaga kerja hingga 6 juta orang, mulai dari proses hulu hingga hilir. Selain itu, penerimaan negara dari cukai dan pajak produk ini pun terbilang tidak sedikit, bisa mencapai Rp 170 triliun per tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Penyerapan tenaga kerja dari hulu hingga hilir seperti petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, ritel itu sekitar 6 jutaan orang. Penerimaan negara mencapai Rp 146 triliun melalui cukai, belum termasuk PPN, pajak daerah dan lain-lain bisa mencapai Rp 160 triliun-Rp 170 triliun," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Muhaimin, pada hari Antitembakau sedunia ini dirinya mengingatkan agar pemerintah mampu bersikap secara adil terhadap isu-isu yang berkaitan dengan tembakau.
"Peran pemerintah bagaimana ada keseimbangan untuk dua pihak ini. Kami sendiri mau saja diatur, selama regulasinya adil dan berimbang. Produsen terbuka, tidak masalah. Memang harus ada regulasinya, sehingga bisa seimbang memenuhi masyarakat tembakau dan masyarakat kesehatan," ujar dia. (Dny/Ahm)