Arsip Rahasia dan Memburuknya Perang Jelang Kelahiran Pancasila

Berdasarkan arsip rahasia, Jepang secara resmi sudah menetapkan status Indonesia sebagai wilayah Jepang untuk selama-lamanya.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 01 Jun 2016, 07:05 WIB
Perang Kemerdekaan. Foto: via fotofamilyku.blogspot.com

Liputan6.com, Jakarta - Akhir 1944. Pasukan Sekutu sudah merangsek masuk ke Asia Tenggara. Jepang yang mengaku sebagai saudara tua Asia pun sudah hilang kekuatan untuk menahan laju musuh menduduki negara-negara yang telah mereka kuasai.

Di Indonesia, Negeri Matahari Terbit itu berusaha menutupi kabar kekalahannya melalui siaran-siaran propaganda di radio bahwa mereka masih berjaya di bumi Nusantara. Berita dari luar soal kekalahan mereka berusaha ditutupi sekuat mungkin.

Namun kelompok nasionalis di Tanah Air telah mencium gelagat kekalahan Jepang. Mereka pun mendesak dan menuntut agar Jepang memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Koiso Kuniaki, yang baru satu bulan mengantikan Tojo, mengubah keputusan sebelumnya serta mengumumkan bahwa Indonesia akan diberikan kemerdekaan di kemudian hari.

Janji ini diumumkan dalam Maklumat Gunseikan atau Pimpinan Tertinggi Pemerintahan Militer Jepang di Jawa dan Madura.

Meski mula-mula Jepang masih enggan bergerak ke arah kemerdekaan, atas desakan kaum nasionalis akhirnya dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) alias Dokuritsu Junbi Cosakai (dalam bahasa Jepang).

Badan ini dibentuk dengan tujuan mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia lantaran tanda-tanda Jepang sudah kalah perang tampak nyata di depan mata.

Pada kurun waktu Perang Dunia Kedua, sebenarnya sudah mulai muncul ide di dunia Barat bahwa penjajahan kolonial adalah hal yang buruk. Banyak negara sudah melepaskan diri dari penjajahan dan memperoleh kemerdekaan.

Pada 1943, Jepang sudah memberikan kemerdekaan kepada Birma (Myanmar) dan Filipina. Namun untuk Indonesia, berdasarkan arsip rahasia, Jepang secara resmi sudah menetapkan status Indonesia sebagai wilayah Jepang untuk selama-lamanya.

Hal ini berarti, ujar Aiko Kurasawa, profesor emeritus bidang sejarah dari Keio University Jepang dalam bukunya Perang Asia Pasifik: Sejarah dengan Foto yang Tak Terceritakan, Jepang berniat mempertahankan penjajahan di Indonesia dan tidak akan memberikan kemerdekaan.


BPUPKI dan Ulang Tahun Kaisar

PM Jepang, Shinzo Abe saat berdoa di Taman Makam Pahlawan, Jakarta, Rabu (22/4/2015). PM Abe berdoa untuk Eto Sichio, warga Jepang yang membantu perjuangan rakyat Indonesia saat perang kemerdekaan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Namun sesudah itu situasi peperangan semakin memburuk. Jepang pun terus mendapat tekanan dari kaum nasionalis Tanah Air. Untuk itu, pemerintah pendudukan bala tentara Jepang membentuk BPUPKI pada 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Hirohito.

BPUPKI beranggotakan 62 orang dan hampir seluruh anggotanya adalah penduduk Indonesia. Badan ini diketuai Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat dan Wakil Ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Usai dibentuk, BPUPKI langsung menggelar sidang di Gedung Chuo Sangi In, di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal sebagai Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan Gedung Volksraad alias Gedung Dewan.

Pada sidang-sidang ini, diperdebatkan hal-hal penting untuk sebuah negara yang merdeka, termasuk naskah Undang-Undang Dasar 1945 dan ideologi negara Indonesia, Pancasila.

Bagi bangsa Jepang, kekalahan dalam perang Asia Pasifik merupakan sesuatu yang tidak diharapkan. Sesuai jargon 3A: Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia, Jepang berusaha memimpin negera jajahannya menuju kemakmuran.

Karena itu, kekalahan dalam perang dianggap sebagai suatu faktor penghambat yang membuat Jepang tidak bisa mewujudkan cita-citanya bagi tanah jajahan.

Meski demikian, kata Aiko Kurasawa yang juga merupakan penulis buku Kuasa Jepang di Jawa, banyak orang Jepang yang berpikir ada hubungan antara perang Jepang dan kemerdekaan Asia Tenggara. Mereka berasumsi penjajahan Jepang membawa kemerdekaan ke Asia Tenggara.

Dengan kata lain, "Kemerdekaan negara-negara Asia Tenggara adalah akibat tentara Jepang berjuang untuk kebebasan Asia". Selain itu, ada yang mengatakan bahwa "kalau Jepang tidak berperang, mungkin kemerdekaan Indonesia akan memakan waktu lebih lama."

Yang jelas, ucap Aiko, mereka mengaitkan kemerdekaan dengan terjadinya Perang Asia Timur Raya dan mencari alasan untuk membenarkan maksud Jepang yang berperang.

Disebutkan juga, kekalahan Jepang dalam Perang Asia Pasifik ternyata telah membuka kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk merumuskan dasar negara dan kelak memperoleh kemerdekaan sendiri pada 17 Agustus 1945.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya