Liputan6.com, Moskow - Kajian Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyebutkan Indonesia setidaknya membutuhkan 50 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) hingga 2050. Setiap pembangkit itu minimal berkapasitas 1.000 Mega Watt (MW) guna memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia.
Sementara dalam jangka pendek, Negara ini membutuhkan minimal dua PLTN berkapasitas setara 2.000 MW hingga 2025. Dua daerah masuk dalam kajian sebagai lokasi pengembangan PLTN yakni Gunung Muria dan Bangka Belitung.
"BATAN memang pernah melakukan kajian terhadap kebutuhan pembangkit berbasis nuklir itu. Ya paling tidak dibutuhkan 36 PLTN hingga 2050. Saya menilai Indonesia memang membutuhkan energi berbasis teknologi itu," ujar Direktur Pengembangan Reaktor Serba Guna BATAN Bambang Herutomo pada acara Forum Internasional VIII Atomexpo 2016 di Moskow, Rusia, Selasa (31/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Saat ini, kata Bambang, BATAN memang tengah membangun satu proyek percontohan (pilot project) pembangkit nuklir. Ini merupakan komitmen lanjutan dari yang sebelumnya pernak dilakukan antara instansi ini dengan Rosatom.
Proyek yang masih dalam pengembangan ini berlokasi di Serpong, berkapasitas 10 Mw dan ditargetkan selesai secepatnya.
Pada hari ini, BATAN dan Rosatom juga menandatangani nota kesepahaman (memorandum of undestanding/MoU) menyangkut pengembangan Isotop, yang akan dipakai pada sektor medis. Kerjasama ini berlangsung selama 5 tahun.
"Ada pembagian kerja. Sebagian dikerjakan oleh Rosatom, sebagian lagi BATAN. Kalau tahun 80-an kita kerjasama dengan Jerman, sekarang kita coba kerjasama dengan Rusia, ” jelas dia.
Dia berharap kerjasama ini akan memberikan kepastian bagi BATAN dalam pemenuhan isotop bagi reaktornya. Sebelumnya instansi ini bekerjasama dengan perusahaan lokal dengan menggunakan teknologi Jerman.
Selain BATAN, Rosatom juga menggandeng Universitas Indonesia (UI) pada riset teknologi nuklir. Nota kerjasama ditandatangani Rektor UI Mohammad Anis dan Presiden RMS PI AA Merten, salah satu unit usaha Rosatom pada Senin 30 Mei kemarin.
"Ada banyak riset yang dapat kita lakukan secara bersama-sama. UI sudah komitmen sebagai Green Campus. Kampus yang ramah lingkungan, waste management," kata Muhammad Anis.
Menurut dia, nuklir sudah semestinya disosialisasikan secara luas kepada seluruh elemen masyarakat. Bahwa pengembangannya bukan hanya untuk energi, tetapi di banyak sektor lain seperti medis.
Memorandum tersebut bertujuan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk menghidupkan kembali dialog di dalam bola ilmu nuklir dan pendidikan antara Rusia dan Indonesia.
Kedua pihak berkomitmen mengembangkan kemitraan antara lain dalam lembaga pendidikan, serta penelitian dan pengembangan nuklir.
Ini diharapkan bisa memberikan kesadaran penduduk Indonesia tentang teknologi damai nuklir dan potensi untuk pembangunan berkelanjutan, sebagai salah satu kunci arah kerja sama.