Liputan6.com, Jakarta - Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan mengantongi gaji ke-13, gaji ke-14 atau disebut Tunjangan Hari Raya (THR) dalam waktu berdekatan. Kondisi tersebut jangan dijadikan sebuah kesempatan bagi para pedagang untuk menaikkan harga barang setinggi-tingginya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, PNS maupun pekerja swasta akan menerima THR. Paling menyenangkan bagi para aparatur sipil negara yang juga akan mendapat jatah gaji ke-13 selain THR.
"PNS dan pekerja swasta tentunya bisa punya uang lebih. Selain beli makanan, mereka juga akan membeli non makanan, seperti baju, ponsel, dan lainnya. Permintaan akan meningkat," ujarnya diJakarta, Rabu (1/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Lonjakan permintaan baik makanan maupun non makanan, diimbau Sasmito tidak dijadikan sebagai momen untuk menaikkan harga secara tidak wajar. Pengusaha dan pedagang dapat mencari cara lain untuk mendapatkan keuntungan halal.
"Kita harap kepada pengusaha jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mentang-mentang ada gaji ke-13 dan THR untuk PNS, juga swasta, kita harapkan tidak menjadi dorongan untuk menaikkan harga. Lebih baik sediakan barang lebih banyak, itu sangat bagus supaya tidak terjadi gejolak harga," jelasnya.
Lebih jauh Sasmito bilang, pemerintah perlu mewaspadai peningkatan kebutuhan non makanan seiring kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah, katanya, harus melakukan intervensi terhadap pengendalian harga pangan maupun non makanan, seperti negara lain.
Dia mengaku, negara lain, seperti Malaysia, Thailand, dan China membuat batasan harga atas baik untuk produk makanan dan non makanan. Jika melanggar batas atas harga jual, sanksi atau denda menanti pengusaha dan pedagang.
"Di negara lain lebih kencang kontrol atau intervensinya dibanding kita. Malaysia, China dan Thailand bikin batas atas harga, jadi kalau melewatinya akan ditegur. Hukumannya bersifat sosial, misalnya disebar ke media secara luas dan hukuman itu akan berpengaruh ke imej maupun brand pengusaha. Kalau kita kan aturan ada, tapi penegakkan hukumnya tidak jalan," jelas Sasmito.