Liputan6.com, Jakarta Hindari membeli permen rokok untuk anak. Mengenalkan permen dengan bentuk dan tampilan seperti rokok bisa jadi awal perkenalan anak menghisap rokok yang sesungguhnya.
"Berawal nyoba permen rokok tapi kemudian bisa saja ia nyoba rokok beneran," tutur Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Ri, Lily Sriwahyuni Sulistyowati di Jakarta ditulis Rabu (1/6/2016).
Mungkin pada awalnya anak-anak mengonsumsi permen rokok sambil bergaya seperti orang merokok. Kemudian muncul keinginan merokok sungguhan. "Yah nggak bisa nyala, yah nggak bisa kebal-kebul, kenapa nggak mencoba rokok yang sesungguhnya". Hal ini yang dikhawatirkan Lily.
Baca Juga
Advertisement
Oleh karena itu, Lily menyarankan pada orangtua untuk tidak memberikan permen rokok kepada anak-anak. "Jika ingin memberikan permen, masih banyak bentuk lainnya. Jangan sampai, gara-gara permen rokok membuat mereka jadi perokok."
Di Indonesia perokok usia muda jumlahnya amat mengkhawatirkan. Satu dari lima anak Indonesia memulai perilaku merokok sebelum memasuki usia 10 tahun dan menjadi ketergantungan sebelum usia 13 tahun, bahkan lebih muda dari itu.
Data Riskesdas 2010 bahkan mencatat, ada sekitar 2,2 persen orang yang mulai merokok pada masa anak-anak yaitu pada umur 5-9 tahun.
"Hal ini amat mengkhawatirkan, sehingga penting sekali orangtua peduli pada anaknya. Misalnya dengan menciumnya, mencium bajunya, atau membuka tasnya untuk mengetahui apakah anak merokok atau tidak," tutur Lily lagi dalam acara puncak Hari Tanpa Tembakau Sedunia.