Begini Saran KEIN Supaya Tax Amnesty RI Sukses

KEIN menyebutkan pemerintah harus menyiapkan instrumen memadai untuk menampung aliran dana dengan kebijakan tax amnesty.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Jun 2016, 20:08 WIB
KEIN arif Budimanta 2

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR masih membahas Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (RUU Tax Amnesty). Kebijakan tax amnesty kali ini bisa mendulang sukses apabila tarif tebusan menarik bagi peserta, baik yang mendeklarasikan hartanya di luar negeri maupun yang membawa pulang (repatriasi) kembali uang ke Indonesia.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional/KEIN, Arif Budimanta mengungkapkan, pemerintah dan DPR masih membahas RUU Tax Amnesty dalam sebuah Rapat Panja. Pertemuan tersebut tentu akan memutuskan terkait besaran tarif tebusan deklarasi maupun repatriasi harta di luar negeri.

"Kita ingin memperbanyak capital inflow atau dana masuk ke dalam negeri, jadi tarif harus atraktif. Karena ada tawaran tarif tebusan tax amnesty lebih tinggi dari yang diusulkan pemerintah dalam RUU," ucap Arif saat Konferensi Pers KEIN di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Dalam perubahan terakhir draf RUU Pengampunan Pajak, tarif uang tebusan yang harus disetor ke negara bagi peserta tax amnesty adalah sebesar 2 persen di 3 bulan pertama. Selanjutnya di 3 bulan berikutnya dikenakan tarif 4 persen bagi yang mendeklarasikan uangnya di luar negeri.


Sementara bagi pemohon tax amnesty untuk repatriasi modal dipungut sebesar 2 persen pada 3 bulan pertama dan berikutnya 3 persen di 3 bulan berikutnya.

Upaya lainnya, Arif mengakui, pemerintah harus menyiapkan instrumen memadai untuk menampung banjirnya aliran dana yang akan masuk ke Indonesia dengan kebijakan pengampunan pajak.

"Sediakan pipeline karena repatriasi banyak masuk. Tawarkan kerja sama Public Private Partnership (PPP). Skema pembangunan infrastruktur ini harus dikembangkan pemerintah," ucap Arif.

Dengan begitu, Arif berpendapat, implementasi tax amnesty dapat berjalan mulus dan berhasil. Berdasarkan historis, Indonesia sebelumnya telah menjalankan dua kali kebijakan pengampunan pajak, yakni pada periode 1964 dan 1984. Sayangnya, dua kali pelaksanaan tax amnesty yang dilakukan pemerintah saat itu mengalami kegagalan.

"Dengan tarif tebusan tax amnesty atraktif, dan instrumen memadai, harapannya uang yang masuk ke Indonesia untuk jangka panjang. Bukan saja memperkuat fiskal di tahun ini, tapi sifatnya kesinambungan fiskalnya lebih lama," tutur Arif.  (Fik/Ahm)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya