Takdir Mengakhiri Masa Tugas Presiden AS Ini pada Hari ke-31

Sama-sama pernah menjabat sebagai presiden AS, namun Harrison dan Roosevelt punya nasib yang bertentangan. Apa itu?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Jun 2016, 09:00 WIB
Presiden ke-9 AS William Henry Harrison (quotesgram)

Liputan6.com, Washington, DC - Dalam sejarah kepresidenan Amerika Serikat (AS), nama William Henry Harrison tak banyak disebut. Bukan karena presiden ke-9 AS itu tak memiliki prestasi, melainkan takdir yang membuat usia kepemimpinannya tak berlangsung lama.

Pada 4 Maret 1841, Harrison resmi menjadi presiden AS, namun pada 4 April 1841 ia meninggal dunia akibat pneumonia. Jika dihitung, Harrison hanya sempat menduduki kursi presiden selama 31 hari saja, membuatnya dijuluki sebagai presiden AS dengan masa jabatan terpendek.

Harrison yang terlahir dari keluarga terkemuka di Virginia bergabung menjadi tentara semasa muda dan ia pergi berperang melawan India Amerika di perbatasan AS. Ia sempat menempuh pendidikan di Hampden-Sydney College dan belajar kedokteran di University of Pennsylvania sebelum akhirnya memutuskan keluar untuk bergabung dengan militer.

Pada tahun 1800-an, Harrison menjabat sebagai Gubernur Indiana dan bekerja untuk membuka lahan bagi warga kulit putih. Ia menjadi pahlawan dalam Battle of Tippecanoe -- perang melawan Suku Indian pada 1811.

Menjabat sebagai Gubernur Indiana, Harrison hidup di Grouseland, yaitu sebuah mansion yang dibangun pada 1803 di dekat perbatasan Desa Vincennes. Grouseland adalah rumah berbatu bata pertama di kawasan itu, dindingnya dibangun cukup tebal untuk melindungi para penghuni dari potensi serangan Suku India. Kini, Grouseland menjadi museum.

Ketika memutuskan mundur dari dunia militer pada 1814, Harrison dan istri Anna Tuthill Symmes pindah ke sebuah peternakan di North Bend, Ohio di mana dua tahun kemudian ia menjadi senator dari negara itu.

Setelah tiga tahun duduk di Senat AS, pada 1828 ia memutuskan mundur. Selanjutnya, ia menjabat Duta Besar AS Berkuasa Penuh untuk Kolumbia selama satu tahun. Pada 1836, ia maju sebagai calon presiden AS dari Partai Whig, namun berhasil dikalahkan pesaingnya dari Partai Demokrat Martin Van Buren.

Empat tahun berikutnya, Partai Whig kembali mengusung Harrison -- memasangkannya dengan politisi Virginia John Tyler. Sosoknya yang sudah cukup tua pada saat mencalonkan diri -- ia berumur 60-an -- membuat sebuah media pro-Demokrat mengejeknya.

"Berikan dia...minuman keras dan...pensiun dua ribu dolar... per tahun...dan dia..akan duduk menghabiskan hari-harinya di pondok kayu," tulis media pro-Demokrat itu.

Namun serangan itu dimanfaatkan Partai Whig, mereka melakukan kampanye 'log cabin', memposisikan Harrison sebagai 'Old Tip', orang biasa dan mempromosikan citranya sebagai pejuang dalam perang melawan Suku Indian di perbatasan. Strategi itu berhasil.

Van Buren pada saat itu tidak populer karena kegagalan kebijakannya dalam mengatasi krisis finansial, peristiwa itu dikenal dengan Panic 1837. Harrison yang datang dari keluarga terpandang dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan mudah dapat mengalahkan Van Buren.

Pidato pelantikan Harrison dilaporkan adalah yang terpanjang dalam sejarah pelantikan presiden AS. Harrison yang berusia 68 tahun itu tidak mengenakan mantel atau topi ketika memberikan pidato padahal saat itu kondisi cuaca buruk. Empat minggu kemudia ia meninggal akibat pneumonia.

Sang istri disebut sebagai janda mendiang presiden AS pertama yang menerima pensiun dari Kongres senilai US$ 25.000 -- setara dengan satu tahun gaji presiden AS pada saat itu.


Presiden Terlama



Franklin Delano Roosevelt, Presiden AS yang Terpilih Empat Periode

Presiden ke-32 AS Franklin D. Roosevelt (leftcall)

Jika Harrison bergelar presiden dengan masa jabatan terpendek maka Franklin Delano Roosevelt atau yang kerap disapa FDR sebaliknya. Ia adalah presiden dengan masa jabatan terpanjang dalam sejarah kepresidenan AS.

Ia menjabat sebagai presiden selama 4422 hari, atau lebih dari 12 tahun.

Pada 1932, FDR yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur New York terpilih sebagai presiden AS-32. Pidato pelantikannya pada 1933 dikenang lewat sebuah kutipan bersejarah, "satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri".

Meski sempat dikritik oleh pebisnis, namun undang-undang progresif Roosevelt mampu memulihkan iklim ekonomi AS. Ketika mencalonkan diri kembali pada 1936, ia pun menang.

Periode kedua pemerintahannya, ia menaruh perhatian pada agresi Jepang dan Jerman dan mulai berkampanye agar AS bangkit dari stagnasi ekonomi. Ketika Perang Dunia II pecah, sosoknya yang dinilai memiliki kepemimpinan kuat terpilih kembali untuk menjabat sebagai presiden.

Negeri Paman Sam tumbuh sesuai slogan yang diucapkan FDR, the 'Arsenal of Democracy' dan AS berhasil menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam PD II khususnya di pihak sekutu.

Pada 1944 ketika perang belum dimenangkan, ia terpilih kembali untuk menjabat sebagai presiden ke empat kalinya. Era itu, belum ada amendemen konstitusi AS terkait pembatasan masa jabatan presiden.

Tiga bulan setelah pelantikannya, FDR yang tengah beristirahat di Warm Springs, Georgia dikabarkan meninggal dunia karena mengalami pendarahan pada otak.

Jutaan rakyat AS turun ke jalan, mengiringi peti jenazah FDR untuk disemayamkan di peristirahatan terakhirnya di Hyde Park, New York.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya