'Tarif' Bebas Rp 1 Miliar Atas Permintaan Hakim Tipikor Bengkulu

KPK menetapkan 5 tersangka kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 02 Jun 2016, 13:53 WIB
Ketua PN Kepahiang, Bengkulu berinisial JP tiba di gedung KPK setelah dipindahkan dari Bengkulu, Jakarta, (24/5). JP yang juga menjabat sebagai hakim pengadilan tipikor Bengkulu ditangkap tangan di rumah dinasnya. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, tersangka dalam kasus dugaan suap pengamanan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu. Syafri diperiksa untuk mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu Edi Santroni yang juga menjadi tersangka.

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka ES (Edi Santroni)," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi‎, Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Syafri yang tiba di Gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 10.10 WIB itu, sempat memberi komentarnya. Terutama soal 'tarif' bebas Rp 1 miliar seperti yang dijanjikan kepada hakim Janner Purba dan Toton, dua sang wakil Tuhan dari Bengkulu yang sudah jadi tersangka kasus ini.

Menurut Syafri, Rp 1 miliar itu merupakan permintaan dari majelis hakim yang menangani perkara dugaan korupsi‎ honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus. "Itu permintaan hakim," ujar Syafri singkat sebelum masuk ke lobi KPK.

Namun, dia tidak menyebut secara spesifik, hakim siapa yang meminta 'tarif' bebas tersebut. Apakah permintaan Janner atau Toton.

KPK menetapkan 5 tersangka kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.

Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy. Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.

Janner, Toton, serta Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi‎. Uang Rp 650 juta itu bagian dari Rp 1 miliar yang dijanjikan Syafri dan Edi kepada Janner, Toton, dan Badaruddin. Diduga uang sebanyak itu merupakan 'pelicin' agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.

Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya