Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau parah akan melanda wilayah Indonesia pada Juni-Juli. Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas telah agresif melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karlahut) di wilayah kerjanya, termasuk di Riau sejak Januari 2016.
Kepala Pencegahan Kebakaran Hutan Sinar Mas Forestry Regional Riau, Soekrisno mengungkapkan, perusahaan tengah mengujicoba teknologi anyar dalam deteksi dini titik api, yakni teknologi geothermal. Teknologi ini dikombinasikan dengan penggunaan CCTV.
"Teknologi geothermal untuk deteksi dini titik api ini baru pertama kali digunakan di Indonesia. Sistem yang terbaik saat ini. Sekarang sedang tahap ujicoba," kata Soekrisno saat menerima kunjungan wartawan di kantor Research & Development Sinar Mas Forestry, Perawang, Riau, Kamis (2/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Lebih jauh dia membeberkan kecanggihan teknologi thermal yang telah digunakan di Australia, Kanada, serta Afrika Selatan itu. Menurutnya, teknologi ini mampu menangkap perbedaan suhu di muka tanah, mendeteksi titik api di lahan gambut yang kerap tidak terlihat secara kasat mata.
"Kebakaran hutan adalah ancaman paling serius, jadi kita harus mengantisipasinya supaya kita siap menghadapi kemarau, bahkan dalam kondisi ekstrem sekalipun, seperti bencana El Nino tahun lalu," ucapnya.
Ide menggunakan teknologi geothermal muncul setelah melihat kondisi tahun sebelumnya, di mana upaya deteksi dini api belum berlangsung optimal. Pemantauan melalui tower api pun dirasa belum maksimal karena titik api kerap terlihat saat telah besar dan menimbulkan asap. Dalam kondisi asap yang pekat, pemadaman dari udara sukar dilakukan dengan tepat akibat jarak pandang yang terbatas.
Dia mengatakan, perusahaan menganggarkan US$ 20 juta untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di 2016, sedangkan untuk pengoperasian teknologi thermal sekitar US$ 5 juta
Bagaimana cara kerja teknologi ini?
Bagaimana cara kerja teknologi ini?
Soekrisno menjelaskan, kamera thermal dibawa mengudara menggunakan pesawat Cessna 206H Stationair. Pesawat ini akan bermarkas di Jambi. Rute perjalanan pesawat Cessna ini terbang melintasi langit Jambi--Riau--Jambi--Sumatera Selatan untuk memantau wilayah hutan. Jarak tempuh pesawat yang membawa kamera thermal sekitar 2 jam.
Begitu panas terdeteksi, maka sistem akan mengirimkan data serta meng-overlay ke dalam peta konsesi. Di mana lokasi titik api
akan langsung terlihat. Keseluruhan waktu yang dibutuhkan mulai dari informasi awal hingga posisi api akan sampai kepada tim
kebakaran hutan APP Sinar Mas maksimal 50 menit.
Pesawat akan diawaki seorang pilot dan didampingi operator berkeliling sesuai dengan kondisi region yang dimonitor berpedoman pada Fire Danger Rating System (FDRS). Apabila FDRS menunjukkan warna kuning atau merah, maka frekuensi patroli di daerah akan ditingkatkan menjadi 2-3 kali lipat.
"Sistem ini sudah diujicoba. Memang masih ada kelemahan kamera untuk membidik sasaran api di balik bukit. Sangat susah sekali. Tapi kita terus lakukan yang terbaik," Soekrisno menuturkan.
Program lainnya sebagai upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan, kata dia, APP Sinar Mas mengembangkan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Upaya preventif ini mengambil pendekatan pemberdayaan hampir seluruh desa yang berbatasan dengan konsesi perusahaan.
Pemberdayaan ini untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Perusahaan menargetkan dapat merangkul 500 desa peduli api sepanjang periode 2016-2020.
"Jadi nanti ada kompensasi atau insentif berupa uang buat desa yang mampu mencegah kebakaran hutan. Misalnya dengan patroli rutin dengan melibatkan warga, perusahaan akan mengganti biaya transportasi mereka. Mereka bisa melaporkan setiap kondisi lewat telepon, SMS," paparnya.
Soekrisno menambahkan, perusahaan juga berupaya menanggulangi kebakaran lahan dan hutan dengan mengerjakan helikopter jenis Super Puma untuk melakukan water bombing di area kebakaran. Heli ini mempunyai kapasitas angkut air 3.500 liter. Sementara helikopter standar hanya menampung 600 liter air.
"Helikopter Super Puma harus dipandu dari udara agar dapat melakukan pemadaman kebakaran hutan lebih tepat, efisien, dan aman," pungkasnya.
Advertisement