Ketika Anak-anak Jadi Pelaku Kejahatan Dunia Maya

Satu kasus menonjol lainnya adalah penyebarluasan foto asusila korban, oleh pemuda 17 tahun yang ia pacari melalui akun sosial.

oleh Audrey Santoso diperbarui 04 Jun 2016, 09:08 WIB
Kawasan Asia Tenggara mulai menjadi pemain ekonomi skala besar sehingga memicu para hacker untuk melakukan penyerangan siber. (Doc: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengungkap enam kasus kejahatan sibernetika yang melibatkan anak di bawah umur selama kurun Mei 2016. Keterlibatan anak-anak tersebut ada yang sebagai korban, ada pula yang pelaku. Tindak kriminalitas yang melibatkan mereka lekat dengan penyalahgunaan media sosial.

"Ada kasus hacker media Instagram, penyebarluasan gambar yang mengandung asusila, penipuan online, penghasutan melalui Facebook, ancaman bom dan prostitusi online," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 3 Juni 2016.

Awi menjelaskan, ada lima anak sebagai pelaku dan seorang lagi sebagai korban dalam enam kasus ini. Dua kasus yang menonjol di antara kasus ini adalah tindak pidana peretasan media sosial Instagram milik aktor muda Varrel Bramasta oleh seorang pelajar sekolah menengah atas (SMA).

"Pelaku ini termasuk pintar. Usianya 17 tahun. Dia mempelajari cara-cara meretas akun Instagram melalui internet. Jadi dia meng-hack akun korban lalu menawarkan korban akunnya bisa kembali asal korban membayar sejumlah uang," ujar dia.


Satu kasus menonjol lainnya adalah penyebarluasan foto asusila korban, oleh pemuda 17 tahun yang ia pacari melalui akun sosial. Saat berpacaran, pelaku menyuruh korban mengirimkan foto-foto tanpa busana lalu memerasnya.

"Foto korban disebarkan di situs. Akibat perbuatan pelaku ini, korban sampai dikeluarkan dari sekolahnya karena ada foto korban yang mengenakan seragam sekolah dan tersebar di situs porno. Pihak sekolah merasa korban mencemarkan nama baik sekolah," jelas Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi.

Kejahatan sibernetika yang didalangi anak itu menjadi gambaran ironis perkembangan teknologi, yang ternyata membawa dampak negatif yang signifikan. Polda mencatat 537 laporan kasus kejahatan dunia maya, yang diterima Sub Direktorat Cybercrime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya selama kurun 2016.

"Anomali di dunia maya itu lebih tinggi, tidak jarang melibatkan anak-anak," tutur Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran

Fenomena ini mewajibkan aparat penegak hukum rutin melakukan operasi patroli sibernetika. "Kita akan terus patroli cyber demi menekan angka kejahatan yang melibatkan anak di dunia maya," pungkas Fadil.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya