Liputan6.com, Pyongyang - Dua kakak-beradik yang besar di Korea Utara mengaku sebagai anak pembelot AS ke Korut. Keduanya tampil di sebuah video propaganda pada minggu ini, meminta AS agar menghentikan kekerasan terhadap Pyongyang.
Berbicara lancar bahasa Korea, dengan aksen Korut, James dan Ted Dresnok menyalahkan imperialisme Amerika terhadap tensi yang meninggi di Semenanjung Korea. Tak hanya itu, mereka mengimbau AS untuk menarik pasukan di Korsel.
"AS harus meninggalkan kebijakan anti-Korut," kata Ted Drenok dalam rekaman video seperti dilansir dari CNN, Minggu (5/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
"AS itu butuh bangun dari tidurnya, untuk membuat perjanjian damai dengan kami dan tinggalkan Korea Selatan. Itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri mereka," lanjut Ted.
Kedua pria itu berusia sekitar 30-an mengatakan mereka telah menikah dan menggunakan nama keluarga Hong di Korut. Dalam video itu, keduanya menggunakan pin Korut di dada mereka.
Sementara, James Dresnok menggunakan baju tentara. Ia mengklaim adalah kapten di Tentara Rakyat Korea. Alasan bergabung dengan militer Korut adalah untuk melindungi rakyat Korea Utara dari ancaman Amerika.
"Saya memperhatikan situasi mutakhir terjadi karena kebijakan anti-Korut yang dilakukan oleh Amerika Serikat," kata James.
"Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk bergabung dengan tentara Korut dan berjanji melindungi negara ini," lanjut James lagi.
Keduanya mengaku ayah mereka adalah James Joseph Dresnok, tentara AS yang menurut Pentagon membelot ke Korut pada 1969. Dresnok senior berhasil menyeberang zona demiliterasi antara Utara dan Selatan dan semenjak itu memilih tinggal di Korut.
Tak jelas apakah Dresnok senior masih hidup atau tidak. Jika masih hidup, diperkirakan berusia pertengahan 70 tahun. Ia pernah tampil dalam sebuah film dokumenter tahun 2006 yang berjudul, 'Crossing the Line', yang berisi justifikasinya serta pembelaan diri terhadap rezim Korut. Dresnok senior juga pernah tampil dalam film berperan sebagai antagonis tentara AS.
Menurut profesor ahli Korut di Georgetown University, Balbina Hwang, pembelot dari AS dianggap harta berharga bagi rezim Korea Utara.
"Itu menandakan betapa dalamnya mesin propaganda Korut beroperasi. Mereka jelas menggunakan dua korban ini--demikian saya menyebut mereka-- dan itu merupakan sebuah tragedi," kata Hwang.
Video berdurasi lebih dari 1 jam itu tampil di website Minjok Tongshin. Tak jelas kapan rekaman itu dibuat, juga apakah kedua pria itu tampil dalam tekanan.
Sindrom Stockholm
"Rekaman itu sangat aneh, jelas mereka telah diindoktrinisasi oleh sistem Korut," terang Hwang.
"Perlu diingat, kedua bersaudara itu lahir di Korut. Itu satu-satunya dunia yang mereka tahu. Jelas mereka mengalami sindrom Stockholm," lanjut Hwang lagi. Sindrom itu membuat korban justru terikat dengan "penculiknya."
Sementara itu, Pentagon mengakui pada 1996 setidaknya ada 4 tentara AS yang membelot ke Korea Utara dalam beberapa dekade. Mereka adalah sersan James Dresnok, Larry A. Abshier, Jerry W. Parish dan Sersan Robert Jenkins.
Jenkins diperbolehkan meninggalkan Korea Utara pada 2004. Dan dalam buku berjudul 'The Reluctant Communist', ia mengatakan keputusan membelot adalah kesalahan terbesar sepanjang hidupnya.
Selama di Korut, Jenkins mengaku dipaksa membaca aturan hukum Korut selama 8 jam per hari dan mengajarkan bahasa Inggris untuk mata-mata Korea Utara.
Dalam bukunya, James Joseph Dresnok menyatakan tak menikah dengan wanita Korut melainkan perempuan dari Rumania yang dibohongi masuk ke Pyongyang dan tak diperbolehkan keluar.
Menurut komite HAM Korut, Greg Scarlatoui, kedua bersaudara Ted dan James Dresnok tumbuh dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Saya pastikan mereka tumbuh di bawah kecurigaan dan mata-mata yang tak kenal lelah," ujar Scarlatoui.
Ia juga meyakini keduanya dianggap aset proganda Pyongyang.
Keduanya juga memuji keluarga Kim karena telah memberikan kehidupan berkualitas bagi warga di Pyongyang.
Advertisement