Liputan6.com, Jakarta Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menilai kegagalan Indonesia untuk menyabet peringkat layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional, Standard and Poor's (S&P) bukan sebuah musibah. KEIN justru menyambut baik afirmasi rating tersebut dalam situasi perekonomian dunia yang sedang melambat.
Anggota KEIN, Sudhamek AWS mengungkapkan belum meningkatnya rating Indonesia di posisi BB+ dengan outlook positif tidak akan memberikan pengaruh negatif bagi iklim maupun realisasi investasi di Tanah Air. Dengan peringkat tersebut, katanya, ekonomi Indonesia masih dipandang baik dalam kondisi perlambatan ekonomi seperti sekarang.
"Ekonomi dunia kan lagi tidak stabil, belum kondusif, kalau dipertahankan ratingnya oleh S&P malah bagus. Itu artinya ekonomi kita masih positif dan tidak berdampak negatif buat kita. Beda lagi kalau ternyata diturunkan peringkatnya, orang berpikir pasti ada risiko buat Indonesia," ujar Sudhamek saat berbincang dengan Liputan6.com sebelum Rapat KEIN di kantor KEIN, Jakarta, Senin (6/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, pelarian dana asing yang terjadi di pasar modal bukanlah menjadi indikator investor berbondong-bondong kabur dari Indonesia setelah pengumuman S&P rilis. Investasi di pasar modal, kata Sudhamek, sifatnya jangka pendek sehingga pemerintah tidak perlu berharap banyak pada investasi tersebut.
"Keluar masuk dana asing di pasar modal itu adalah hal yang biasa. Jangan berharap investasi itu long stay, karena saatnya mengambil profit taking, investor akan ambil dan keluar. Indikator kita adalah investasi riil di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan peningkatan," terang Pendiri GarudaFood itu.
Indonesia, diakuinya sangat menginginkan label layak investasi dari S&P. Pasalnya lembaga pemeringkat dunia ini merupakan satu-satunya perusahaan yang belum menyematkan investment grade untuk Indonesia. Sementara Fitch lebih dulu memberikan peringkat itu pada 2011 dan selanjutnya Moody's di 2012.
"Dengan peringkat investment grade dari S&P, pengaruhnya investasi bakal lebih banyak masuk saat ekonomi lagi lesu begini. Tapi dengan dinaikkannya investment grade, juga belum tentu langsung mengalami lompatan, karena Indonesia masih tumbuh pada ekonomi domestik, sedangkan S&P lebih kepada ekonomi internasional," jelas Sudhamek.
Dia berharap, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terus membangun persepsi baik melalui eksekusi kebijakan secara nyata. Sementara di negara lain rajin melobi lembaga pemeringkat seperti S&P.
"Negara lain pintar melobi, kalau kita kan bersikap apa adanya. Memang image building harus terus dilakukan, meskipun kita tetap mengutamakan investasi riil.Kita akan tetap konsentrasi pada implementasi kebijakan dan efisiensi sehingga dapat membawa perubahan besar," tutur Sudhamek.