Liputan6.com, Jakarta Fentanil, obat penghilang rasa sakit yang oleh petugas kesehatan disebut sebagai penyebab kematian musikus ternama, Prince, enam pekan lalu, bertanggung jawab atas epidemi kematian akibat overdosis di penjuru Amerika Serikat, menurut pejabat federal.
Narkotika paling ampuh ini adalah opioid buatan yang 50 kali lebih kuat dari heroin dan 100 kali lebih kuat dari morfin, seperti dikutip dari laman Lembaga Pengendalian Penyakit AS (CDC), Senin (6/6/2016). Menurut lembaga itu produksi ilegal fentanil non-obat dan penggunaan overdosis meningkat pesat.
Advertisement
Prince (57), salah satu musikus paling berpengaruh dari generasinya, ditemukan tewas di rumahnya di pinggiran Kota Minneapolis pada 21 April. Ia meninggal karena tidak sengaja menggunakan obat itu secara berlebihan menurut petugas pemeriksa kesehatan dalam sebuah laporan kematian pada Kamis.
Kematian akibat overdosis opioid sintetik melonjak 80 persen pada 2014 dibanding tahun sebelumnya, kata CDC, yang menunjukkan peningkatan itu mungkin mencerminkan besarnya pasokan fentanil ilegal. Misalnya di Ohio, overdosis fentanil meningkat menjadi 514 di tahun 2014 dari 92 pada tahun sebelumnya.
Masalah itu telah memicu respon federal. Presiden AS Barack Obama awal tahun ini meminta Kongres pendanaan baru selama dua tahun sebesar 1,1 juta miliar untuk memperluas pengobatan pengguna heroin dan pengguna obat penghilang rasa sakit.
Biro Obat-Obatan AS tahun lalu mengeluarkan peringatan nasional tentang bahaya fentanil, seraya mengatakan bahkan dalam jumlah kecil pun, obat itu bakal membunuh.
Fentanil, sebuah pereda nyeri yang biasanya digunakan untuk pasien yang sakit parah, juga diproduksi di laboratorium ilegal untuk dijual sebagai obat terlarang di jalanan.
Sementara fentanil menjadi masalah di Midwest dan di Pantai Timur dalam beberapa tahun terakhir, pada April, kasus overdosis fentanil terjadi di California Utara dengan 10 korban.
Tidak jelas apakah Prince memiliki resep untuk fentanil setelah operasi pinggul. Namun jika itu adalah obat dengan resep resmi, tidak diketahui siapa dokter yang memberikannya, demikian Minneapolis Star Tribune melaporkannya pada Kamis.
Burt Kahn, seorang pengacara yang mengkhususkan diri dalam kasus kelalaian medis, mengatakan ada potensi pidana jika dokter meresepkan fentanil pada Prince atau membuat dia kecanduan dan menghentikannya.
"Fentanil adalah obat yang hampir tidak pernah diresepkan untuk pasien seperti Prince yang tidak memiliki kanker tahap akhir karena potensi overdosis sangat tinggi," kata Kahn.
Dia mengatakan dokter biasanya akan ingin memonitor tanda-tanda vital pasien yang mengonsumsi fentanil untuk memastikan obat ini tidak memperlambat pernapasan atau denyut jantung, meskipun dapat diberikan dalam dosis terkontrol.