Tersandung Suap, Panitera PN Bengkulu Minta KPK Buka Rekeningnya

Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu, Badaduddin Amsori Bachsin meminta KPK membuka kembali‎ rekening miliknya yang diblokir.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Jun 2016, 18:35 WIB
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu, Badaduddin Amsori Bachsin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kembali‎ rekening miliknya yang diblokir. Badaruddin merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap pengamanan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu‎.

"Kami memohon untuk dibukakan kembali rekening gaji karena diblokir," ujar kuasa hukum Bada‎ruddin, Rahmat Aminuddin di KPK, Jakarta, Senin (6/6/2016).

Rahmat‎ mengatakan, kliennya itu saat ini tengah mengalami kondisi keuangan keluarga yang sulit. Sebab, rekening yang diperuntukkan khusus gaji bulanannya diblokir oleh KPK.

"Ini khusus rekening gaji yang memang sangat sangat diperlukan keluarga," ucap Rahmat.

Rahmat menjelaskan, Badaruddin memang hanya memiliki satu rekening. Rekening itu yang terdaftar resmi di PN Bengkulu untuk transaksi gajinya.

"Rekeningnya cuma satu yang terdaftar di PN," ujar dia.

KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.

Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc Tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.

Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.

Janner, Toton, serta Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi‎. Uang Rp 650 juta itu bagian dari Rp 1 miliar yang dijanjikan Syafri dan Edi kepada Janner, Toton, dan Badaruddin. Diduga uang sebanyak itu merupakan 'pelicin' agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.

Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya