EH Bukan Kasus Pelecehan Seksual Pertama di Lingkungan UGM?

Menurut pengalaman, kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di lingkungan pendidikan seringkali melibatkan lebih dari satu korban.

oleh Yanuar H diperbarui 07 Jun 2016, 18:57 WIB
EH Bukan Kasus Pelecehan Seksual Pertama di Lingkungan UGM

Liputan6.com, Yogyakarta - Kasus pelecehan seksual yang dilakukan dosen Fisipol UGM, EH, kepada mahasiswinya disebut bukan yang pertama terjadi di lingkungan kampus universitas negeri itu. Kasus EH tercatat merupakan salah satu dari 214 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan profesi pendidik yang ditangani lembaga konseling Rifka Annisa pada 2000 hingga 2015.

"Kasus EH bukan pertama kali dan satu satunya yang melibatkan profesi pengajar atau staf di lingkungan pendidikan. Ini hukan yang pertama dari UGM," ujar Direktur Rifka Annisa, Suharti, di kantornya, Selasa (7/6/2016).

Berdasarkan pengalaman Rifka Annisa, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di lingkungan pendidikan seringkali merupakan kasus kekerasan seksual dan melibatkan lebih dari satu korban. Namun, hanya sedikit korban yang berani melapor karena posisi kuasa yang tidak imbang antara korban dan pelaku.

Meski mengakui terlibat dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual di kampus, Suharti, menolak merinci kampus yang dimaksud. Namun, ia menyambut gembira jika ada kampus yang mengalami situasi tersebut berinisiatif menggandeng lembaga konseling untuk merehabilitasi pelaku atau mendampingi korban.

Sejauh ini baru dua kampus, yakni UGM dan Respati, yang bekerja sama menangani kasus kekerasan seksual. Biasanya, hanya korban yang berani melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya ke lembaga tersebut.

"Kita melakukan kampanye bersama untuk antisipasi kekerasan seksual selama lima bulan terakhir. Kami mendapatkan kerja sama dari UGM, akhir Januari 2016. Korban dan kronologisnya tidak bisa kami sebutkan," ujar Suharti.


Suharti mengimbau agar para korban berani melaporkan aksi kekerasan seksual yang dilakukan profesi guru, dosen, dan tenaga pendidik. Pelaporan penting agar korban mendapat ruang yang aman dari saat mendapat pelecehan seksual di kampus.

"Kami mendorong korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berani bersuara dan mengungkapkan kebenaran atas kasus yang dialaminya. Pengaduan dapat disampaikan melalui email pengaduanks@rifka-annisa.org dan hotline Rifka Annisa di 085799057765," kata Suharti.


Dua Pendekatan

Manajer Riset dan Training Center Rifka Annisa, Saeroni menerangkan ada dua pendekatan yang dilakukan terkait penanganan pelaku kekerasan seksual itu. Pertama adalah pencegahan dengan membuat grup diskusi yang ditujukan kepada para remaja. Program tersebut biasanya digelar di sekolah dan komunitas.

Pendekatan kedua adalah rehabilitasi pelaku kekerasan seksual. Metode yang diterapkan serupa dengan pencegahan, yaitu melalui diskusi dan dialog personal yang menggali pengalaman pelaku dan memaknai pengalaman tersebut.

"Mendorong dia untuk menemukan meaning dari peristiwa yang dialaminya pandangan dia tentang dirinya konsep dia. Mengenai relasi dan konsep dia mengenai kekerasan seperti apa. Lalu mencari meaning dan mendorong dia untuk memutuskan dengan sikap itu atau mau berubah," ujar Saeroni.

Saeroni mengatakan setiap tahunnya ada 20 laki-laki yang melakukan konseling di Rifka Annisa. Menurut dia, tidak ada standar yang jelas apakah pelaku pelecehan seksual itu menyadari dan memahami apa yang sudah dilakukannya. Yang pasti, usai pertemuan keempat,  pelaku pelecehan seksual mulai memahami tindakannya salah.

"Program kita ada 12 kali pertemuan untuk pencegahan. Kalau yang sudah melakukan itu, kurang lebih sama. Kalau sudah paham, nanti kita bikin diskusi kelompok dan saling sharing pengalaman," ujar Saeroni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya