Bank Dunia Minta Negara Berkembang Waspadai Utang Swasta

Negara-negara yang memiliki utang swasta yang perlu diwaspadai adalah negara yang memiliki basis pengekspor komoditas.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 08 Jun 2016, 10:40 WIB
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia meminta kepada negara-negara berkembang untuk mewaspadai utang swasta.‎ Ini seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan masih akan melemah.

Ekonom Utama dan Wakil Presiden Senior Bank Dunia‎ Kaushik Basu‎ mengungkapkan, negara-negara yang memiliki utang swasta yang perlu diwaspadai adalah negara yang memiliki basis pengekspor komoditas.

"Satu perkembangan yang perlu diantisipasi adalah pesatnya tingkat utang swasta di beberapa negara berkembang. Saat tren pinjaman melonjak, tidak mengherankan jika tingkat pinjaman macet, sebagai bagian naiknya pinjaman sebanyak empat kali lipat," kata Kaushik dalam keterangannya, Rabu (8/6/2016).

Dia menambahkan, menurut laporan Global Economic Prospects, peningkatan signifikan dalam sektor kredit swasta didorong oleh suku bunga rendah dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan, yang belakangan ini semakin tinggi ikut mempertajam potensi risiko bagi beberapa negara berkembang.


Dalam situasi pertumbuhan yang melamban ini, ekonomi global menghadapi risiko-risiko lebih besar, di antaranya pelambatan lebih lanjut pada negara-negara berkembang, perubahan besar pada sentimen pasar finansial, stagnasi pada negara-negara maju, periode rendahnya harga komoditas yang lebih lama dari perkiraan, risiko geopolitis berbagai negara, dan kekhawatiran terhadap efektivitas kebijakan moneter dalam mendorong pertumbuhan.

“Prospek pertumbuhan yang lambat di negara-negara berkembang akan memperlambat, atau bahkan memutar balik kemajuan yang telah dicapai dalam mengejar tingkat pendapatan agar setara dengan negara-negara maju,” kata Ayhan Kose, Direktur Group Economic Development Prospects.

Namun, menurut dia, selama tiga tahun terakhir, beberapa negara berkembang pengimpor komoditas mampu mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan. (Yas/nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya