Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara dengan area hutan sagu terluas di dunia. Namun sayang, keunggulan tersebut belum bisa dimanfaatkan secara baik, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bagian timur Indonesia.
Peneliti Utama Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bambang Hariyanto mengatakan, Indonesia memiliki lebih dari 90 persen luasan sagu di dunia, dengan 85 persen terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen sagu terbesar di dunia.
"Juga sebagai komponen utama untuk menyejahterakan rakyat di Indonesia bagian timur. Sagu dapat menjadi kunci kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia bagian timur, khususnya Papua dan Papua Barat,” ujar dia di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan pohon sagu atau sago palm (Metroxylon sagu) adalah tanaman asli Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat utama. Sagu juga dapat digunakan sebagai makanan sehat (rendah kadar glikemik). Selain itu, sagu dapat dipakai untuk bioethanol, gula untuk industri makanan dan minuman, pakan ternak, industri kertas, farmasi dan lainnya.
Di Indonesia, selain dikenal hidup dan berkembang di Papua, pohon sagu juga terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai. Namun demikian, mayoritas pohon sagu terdapat di Papua dengan luasan lahan 1,20 juta hektare (ha).
Data dari Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat pohon sagu yang hidup di hutan alam mencapai 1,25 juta ha. Dengan rincian 1,2 juta di Papua dan Papua Barat dan 50 ribu ha di Maluku. Adapun pohon sagu yang merupakan hasil semibudidaya (sengaja ditanam/semicultivation) mencapai 158 ribu ha.
Dengan rincian, 34 ribu ha di Papua dan Papua Barat, di Maluku 10 ribu ha, di Sulawesi 30 ribu ha, di Kalimantan 20 ribu ha, di Sumatera 30 ribu ha, di Kepulauan Riau 20 ribu ha, dan di Kepulauan Mentawai 10 ribu ha.
Sementara sumber lain, yaitu Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), menyebutkan bahwa luas sagu dunia mencapai 6,5 juta ha pada 2014. Dari luas lahan tersebut, Indonesia memiliki pohon sagu seluas 5,5 juta ha dan dari luas lahan tersebut yang berada di Papua dan Papua Barat mencapai 5,2 juta ha.
"Sayangnya, dengan luasnya lahan sagu di Papua, potensi sagu di Indonesia wilayah timur belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan lahan sagu secara perlahan mulai terkikis oleh pembangunan jalan, rumah toko dan pembangunan lainnya. Padahal tanaman sagu banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia bagian Timur. Tidak hanya dapat menjadi bahan pangan utama, daun sagu juga bisa dijadikan sebagai atap rumah tradisional," dia menuturkan.
Saat ini peta industri sagu di Indonesia baru terdapat di Selat Panjang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau untuk wilayah barat. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur, sentranya terdapat di kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.
Pohon sagu tumbuh secara alami di hutan Papua dan apabila tidak dimanfaatkan akan mati dengan sendirinya dan potensi tepung sagu akan terbuang percuma. Namun, karena satu dan lain hal, memang tidak mudah mengembangkan industri sagu di Tanah Air, khususnya di Indonesia bagian timur.
Menurut Bambang, salah satu masalah utama sulitnya pengembangan sagu di Indonesia adalah infrastruktur. Di Papua, warga kesulitan memasok sagu rakyat ke pabrik sagu besar dan pabrik sagu besar sulit untuk menyalurkan hasil produksinya keluar.
Sebagai akibatnya, biaya logistik bisa mencapai 30 persen dari biaya produksi. Selain itu, masalah ketersediaan listrik di Indonesia bagian Timur juga menjadi kendala bagi pengembangan sagu di wilayah tersebut.
“Ada juga permasalahan sosial ekonomi, di mana pengolahan sagu di Papua terkena hak hutan ulayat. Artinya, masyarakat perlu mendapat kompensasi dalam setiap pengelolaannya. Untuk hal ini, para pakar berharap pemerintah dapat turut campur tangan melalui kebijakan agar dapat mempermudah pengembangan sagu di Papua,” ungkap Bambang.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, lanjut Bambang, maka ada peranan pemerintah dianggap sangat penting. Karena banyak permasalahan yang hanya dapat diselesaikan dengan campur tangan pemerintah pusat.
"Agar sagu ini dapat dikembangkan secara optimal, tidak hanya untuk mendukung ketahanan pangan lokal maupun nasional, namun terutama agar dapat membuka lapangan kerja lebih luas untuk mengurangi pengangguran di Papua. Dan tentunya dapat menggerakkan perekonomian Indonesia bagian timur secara perlahan namun pasti," tandas dia. (Dny/Nrm)