Liputan6.com, Cirebon - Seorang bocah laki-laki duduk melipat kaki di pinggir rel KA tak berpalang di Desa Suci, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sembari mengernyitkan dahi, ia sesekali melihat ke kanan dan kiri jalan menuju desa.
Kepalanya juga menoleh ke arah depan dan belakang jalur kereta untuk memastikan waktu kedatangan si ular besi. Pantatnya segera diangkat jika suara kereta mendekat. Dengan tangan kecilnya, ia mengatur lalu lalang kendaraan agar terhindar dari bahaya.
Bocah itu bernama Imam Ghazali. Umurnya baru 9 tahun. Ia juga mengaku masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Namun di sela-sela waktu luangnya, Imam memutuskan menjadi relawan penjaga rel cilik. Sebagai imbal jasa, ia mendapatkan uang dari pengendara yang bersimpati.
"Biasanya yang jaga tidak ditentukan alias seikhlasnya," ujar Imam kepada Liputan6.com, Selasa, 7 Juni 2016.
Imam mengaku mulai menjadi penjaga rel setelah peristiwa kecelakaan di desanya setahun lalu. Meski sempat ditentang, Imam akhirnya direstui untuk ikut menjaga rel secara sukarela. Ia biasanya hanya berjaga saat libur sekolah pada pagi hingga menjelang siang.
"Kalau sekolah, saya tidak jaga soalnya dimarahi orangtua," kata Imam.
Dari kerja sukarelanya itu, dia memperoleh Rp 20 ribu. Uang itu biasanya didapat dari jerih payahnya membantu mengurai kelancaran laju kendaraan roda empat. Pekerjaan itu tetap dilakoninya meski sudah memasuki Bulan Ramadan.
Untuk memastikan ada kereta yang lewat, Imam harus menatap tajam lampu di sepanjang pintu perlintasan kereta api. "Kalau lampu berwarna merah tanda akan ada kereta lewat. Kalau lampu warna hijau tanda kereta belum lewat," ucap dia.
Baca Juga
Advertisement
Penjaga perlintasan kereta api tak berpintu lainnya, Frankie mengatakan, aktivitas Imam juga diawasi oleh rekan relawan lain yang lebih tua. Bahkan, para penjaga yang lain hanya mengizinkan Imam berjaga dari pagi hingga menjelang siang.
"Kasihan, masih kecil juga panas-panasan," tutur Frankie.
Ia mengatakan, aktivitas warga maupun relawan yang menjaga perlintasan tak berpintu tersebut sudah mendapatkan izin dari berbagai pihak, termasuk kepolisian. "Pak Polisi juga mengizinkan asalkan tidak memaksakan pengendara untuk meminta uang atau sumbangan seikhlasnya," ujar Frankie.
Keberadaan penjaga rel KA cilik itu sangat membantu. Apalagi, di wilayah Daerah Operasional (Daops) III Cirebon terdapat 141 dari 212 perlintasan KA yang tidak dijaga alias berbahaya.
Kepala Humas Daop III Cirebon Eko S Mulyanto menyampaikan, di wilayah Daop III Cirebon, hari biasa terdapat 100 kereta melintas baik jalur utara maupun selatan. Jumlah tersebut meningkat jika sudah memasuki lebaran yang mencapai 134 kereta.
"Baik reguler kereta tambahan plus kereta lebaran jumlahnya naik pas Ramadan. Apalagi, jalur kereta kita sudah double track," ucap dia.
Sementara itu dari jumlah kereta yang melintas di wilayah Daop III Cirebon, volume lintasan dari pagi sampai siang hari sekitar 30 menit sekali. Sementara, lintasan kereta saat prime time mulai pukul 15.00 WIB hingga menjelang dini hari.
"Yang rame dan crowded itu pas sore hari. Jadi, pengendara diimbau waspada saat memasuki sore hari," tutur Eko.