Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang baru, pada Kamis 2 Juni 2016. Namun, yang menjadi sorotan adalah Pasal 48, terkait verifikasi dukungan untuk calon kepala daerah yang maju lewat jalur independen.
Menurut TemanAhok, aturan itu menandai DPR tidak ikhlas ada calon kepala daerah yang maju perseorangan.
"DPR tak ikhlas ada calon perseorangan. Sejak perubahan undang-undang sebelumnya, hingga kini ada kecenderungan memperberat syarat calon perseorangan," ucap pendamping ahli bidang administrasi dan regulasi pilkada TemanAhok, I Gusti Putu Artha, kepada Liputan6.com, Rabu (7/6/2016), di Jakarta.
Pasal 48 ayat 3 huruf b menyebutkan, "verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut."
Putu Artha menilai, hal itu tidak menjadi masalah bagi TemanAhok. Namun, dia mempertanyakan parameter untuk mengetahui Panitia Pemungutan Suara (PPS) telah memverifikasi semua pendukung Ahok-Heru.
"Kita bisa penuhi ketentuan itu. Namun yang jadi soal apa parameter bahwa pendukung calon benar-benar sudah ditemui verifikator PPS?" ungkap Putu Artha.
Dia pun menyindir DPR yang dinilai terlalu genit, lantaran telalu mengatur secara rinci dan terlalu Jakarta sentris.
"DPR terlalu genit, harus mengatur secara rinci. Terlalu Jakarta sentris. Aturan itu bisa jadi problem bagi calon perseorangan di Papua, Papua Barat, Maluku dan daerah yg geografisnya sulit," ungkap Putu Artha.
Dia pun tak sepakat dengan Pasal 9 ayat 1 UU Pilkada terkait tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasal itu menyebutkan, "menyusun dan menetapkan PKPU dan pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) yang keputusannya mengikat." Menurut Putu Artha, hal tersebut menganggu independensi KPU.
"Proses konsultasi saja sudah menganggu independensi KPU. Apalagi memaksa KPU wajib menjalankan hasil konsultasi. Ini pasal yang rada aneh. KPU seakan jadi subordinat DPR dan terbelenggu," tutur Putu Artha yang pernah menjabat sebagai Komisioner KPU itu.
TemanAhok: DPR Tak Ikhlas Ada Calon Perseorangan
Mantan Komisioner KPU yang juga Teman Ahok menyindir DPR terlalu Jakarta sentris dalam penyusunan UU Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota.
diperbarui 08 Jun 2016, 17:13 WIBWarga menunjukan stiker untuk memberikan dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama di salah satu mal, Jakarta, (25/7/2015). Teman Ahok adalah nama sekumpulan relawan yang berasal dari berbagai kalangan. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pilkada Kaltim Ketat, Elektabilitas Rudy Mas'ud-Seno Aji Kini Lewati Isran Noor-Hadi Mulyadi
Jubir: Dukungan Anies Muluskan Pramono-Rano Menang Satu Putaran
Top 3 Islami: Penjelasan UAS soal Takdir Sudah Ditentukan, Kenapa Tetap Harus Berdoa? Cara Menghapus Dosa Jariyah
Contoh Konflik Rasial Adalah: Memahami Akar dan Dampak Perselisihan Antar-Ras
Perhatikan Ini, Cara Aman Naik Motor untuk Para Ladies Bertubuh Mungil
Daftar Negara dengan Harga Rokok Termahal di Dunia
Pede Kantongi Laba Rp 88 Triliun di Akhir 2024, Depo Bangunan Janjikan Dividen
Kripto PEPE Melonjak 78% ke Rekor Baru, Kapitalisasi Pasar Memecoin Tembus USD 116 Miliar
3 Resep Pisang Goreng Wijen untuk Temani Waktu Santai di Akhir Pekan
Hati-Hati, Orang dengan 3 Kondisi Ini Rentan Kena Saraf Kejepit pada Tulang Belakang
Akhir Pekan Berlibur ke Ranca Upas Spot Camp Bandung
Pengalaman Menakutkan Mike Tyson Disorot Jelang Adu Jotos dengan Jake Paul