Liputan6.com, Jakarta - Putusan majelis hakim bersifat kolegial. Seluruh anggota majelis hakim memiliki peranan dalam memutus suatu perkara. Inilah yang tengah ditelisik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pengamanan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus.
KPK memeriksa Siti Insirah, Selasa 7 Juni 2016. Siti merupakan salah satu hakim tindak pidana korupsi (tipikor) PN Bengkulu yang menangani kasus tersebut.
Ya, penyidik tengah mengais ke bagian paling kecil tentang fakta yang bisa membuktikan dugaan suap hakim tipikor ini.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati membenarkan pemeriksaan terhadap Siti lantaran dia adalah satu majelis. Siti berada dalam satu tim dengan Janner Purba dan Toton yang telah menjadi tersangka.
"Dikonfirmasi karena dia salah satu majelis hakim, dikonfirmasi perjalanan kasus selama di tipikor dan bagaimana peran masing-masing majelis hakim. Karena dia kan tahu," ujar Yuyuk, Jakarta, Selasa 7 Juni 2016.
Menurut dia, Siti tak bisa sendirian mengambil kesimpulan untuk dijadikan dasar putusan. Tentu pasti ada 'koordinasi' antara Siti dengan Janner dan Toton dalam mengambil keputusan sebelum menjatuhkan vonis.
"Masih fokus untuk periksa itu karena sebagai satu tim dalam perkara itu. Ada dugaan seperti itu (menerima uang)," ujar Yuyuk.
Sementara, Siti mengunci mulutnya rapat-rapat usai diperiksa untuk kali keduanya pada Selasa lalu. Usai diperiksa sekitar 5 jam, perempuan yang mengenakan hijab biru itu tak mempedulikan awak media dan terus berjalan sebelum masuk ke taksi yang sudah dipesannya.
KPK pun akan mendalami sumber uang haram Rp 650 juta ke Janner dan Toton. Walaupun pemberi uang suap tersebut adalah mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Komisi antirasuah mengaku belum mengetahui sumber dana yang diberikan Syafri dan Edi. "Sampai saat ini belum ada informasi itu. Tapi kami akan mendalami tentang hal itu," kata Yuyuk.
Advertisement
5 Tersangka
KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka pada kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.
Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Janner, Toton, serta Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi. Uang Rp 650 juta itu bagian dari Rp 1 miliar yang dijanjikan Syafri dan Edi kepada Janner, Toton, dan Badaruddin. Diduga uang sebanyak itu merupakan 'pelicin' agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.
Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.