Permainan Betawi yang Hilang dan Dikenang

Permainan anak-anak Betawi merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 11 Jun 2016, 08:25 WIB
Permainan anak betawi yang hilang dan patut dilestarikan (Liputan6.com/istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Tempo dulu anak-anak di Betawi memiliki banyak permainan. Ada yang dilakukan dengan nyanyian atau alat. Dan ada juga tanpa nyanyian atau alat. Sebagian besar permainan ini dilakukan di alam terbuka.

Sebab, lingkungan hidup kaum Betawi yang dekat dengan pepohonan, membuat rumah-rumah mereka tempo dulu memiliki kebun yang luas. Di tempat inilah biasanya anak-anak menyalurkan energi kreatifnya.

Abdul Chaer dalam Folklor Betawi: Kehidupan dan Kebudayaan Orang Betawi menuliskan, ada  beberapa permainan yang khusus dimainkan anak laki-laki, hanya untuk anak perempuan, dan bisa dimainkan oleh laki-laki atau perempuan.

Seperti dikutip dari Jakartapedia. bpadjakarta.net, alat-alat yang digunakan dalam permainan tradisional Betawi adalah alat-alat yang gampang ditemui di lingkungan sekitar, seperti paku, karet, karung, pecahan genteng, dan  bola yang dibuat dari pelepah pisang. Selain itu, bisa juga dari biji-bijian, seperti asam klunsu, biji melinjo, biji kemiri, biji sawo, dan buah pinang.

Beberapa jenis biji-bijian lainnya juga dimanfaatkan untuk sebagai sarana dalam beberapa jenis  permainan, seperti  congklak, serok wali, dan pletokan. Sementara bambu dan batang pohon pinang juga dimanfaatkan untuk permainan seperti tok kadal dua batu dan panjat pinang serta meriam sundut. Intinya, anak-anak Betawi sangat kreatif dalam memanfaatkan apa yang mereka temui di lingkungan nereka tinggal.

Di bawah ini disebutkan 10 jenis permainan tradisional Betawi yang diambil dari buku Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi (2012).

1. Main Gangsing

Gangsing adalah alat permainan yang terbuat dari kayu berbentuk kerucut. Lalu pada ujung kerucut diberi sebuah paku. Cara memainkannya adalah mula-mula ujung paku dililitkan seutas tali terus sampai bagian besarnya.

Kemudian dengan teknik tertentu gangsing itu dibanting ke tanah dengan ujung talinya tetap berada di jari-jari pemain. Lamanya gangsing berputar tergantung pada kerasnya lemparan yang dilakukan.

Permainan ini biasanya dilakukan secara berkelompok oleh anak laki-laki. Kadang-kadang ada juga perlombaan, yakni gangsing orang pertama yang sedang berputar dihantam dengan gangsing orang kedua atau ketiga.

2.Main Gundu

Ada beberapa cara bermain gundu atau kelerang. Salah satu di antaranya adalah yang disebut main tombok. Permainan dilakukan dua orang atau lebih, tapi maksimal lima orang.

Caranya, pada tanah dibuat lingkaran dari kapur atau arang, atau apa saja, dengan diameter kira-kira 7 cm. Setiap pemain meletakkan satu kelerang sebagai pasangan atau taruhan ke dalam lingkaran itu.

Kemudian, para pemain berdiri berjajar di belakang sebuah garis, untuk melakukan undian dengan cara melemparkan gundu gacoannya hingga sedekat mungkin dengan gundu taruhan dalam lingkaran.

Siapa yang gundu gacoannya paling dekat dialah yang lebih berhak untuk lebih dulu bermain. Namun kalau ada yang mengenai gundu taruhan itu, dialah yang berhak bermain lebih dulu.


Tuk-Tuk Ubi

3. Main Lompat Tali

Permainan ini menggunakan media sebuah tali kecil, sekitar lima meter panjangnya. Kedua ujungnya masing-masing dipegang oleh seseorang, lalu diputar sehingga turun naik ke atas dan ke bawah.

Kemudian dua anak lain melompat-lompat mengikuti gerak tali itu dengan hitungan dan gaya tertentu.

Jika ia terjatuh, maka rekannya yang lain mendapat giliran untuk melompat. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak perempuan.

4. Main Petak Umpet

Permainan petak umpet sangat populer di kalangan anak-anak Betawi, bahkan sampai kini. Dahulu permainan ini biasa dimainkan di tanah lapang luas di malam terang bulan. Permainan ini bisa dimainkan oleh laki-laki dan perempuan serta dimainkan lima atau enam orang anak, bahkan lebih.

Setelah melakukan undian, seorang anak akan menutup matanya sementara kawan-kawan yang lain bersembunyi. Bisa di balik pohon, di bawah terpal, di belakang gundukan.

Setelah yang dicari ketemu, si pencari harus berteriak 'Hong' dan kemudian  berlari ke titik yang menjadi tempat menutup matanya, biasanya batang pohon. Setelah semua ditemukan, maka permainan diulang kembali dari awal.

5. Main Tuk-Tuk Ubi

Permainan ini dimainkan oleh anak perempuan secara beramai-ramai, bisa mencapai 10 orang. Salah seorang menjadi nenek gerondong atau emak.

Cara bermain, nenek gerondong dengan membawa tongkat datang menghampiri anak-anak yang duduk berbanjar saling memeluk pinggang di belakang emak.

Lalu terjadi percakapan antara nenek gerondong dan emak, sampai akhirnya anak yang berbaris di belakang emak diambil oleh nenek gerondong satu persatu.


Tok Kadal

6. Main Galasin

Permainan ini dilakukan oleh sejumlah anak, dibagi dua kelompok. Satu kelompok berada di ujung lapangan dan satu lagi di kiri lapangan.

Lalu seorang anak menjaga di garis tengah. Pemain dari kedua kelompok lantas berusaha menyeberangi garis, sedangkan si penjaga berusaha menangkap seorang anak yang menyeberang. Yang tertangkap kemudian ganti menjadi penjaga.

7. Main Tok Kadal

Permainan ini disebut juga dengan kalawadi. Lahir karena anak-anak kaget melihat kadal hingga kadal melompat sangat jauh. Kemudian dibuatlah permainan yang menyerupai memukul kadal itu.

Alat permainan berupa kayu bulat dengan panjang kurang lebih 40 cm dan penggetok 10 cm untuk kadalnya. Sebuah lubang dengan batu bata di kanan-kirinya diletakkan berjajar dengan jarak kurang lebih 5 cm. Kayu yang biasa dipakai adalah kayu nangka.Permainan dilakukan oleh dua kelompok.

Setelah ketua kelompok (komandan) melakukan undian dengan suit, kelompok yang menang bisa start lebih dulu dan yang kalah akan menjaga. Caranya adalah dengan mencongkel kadal dari lubang setinggi dan sejauh-jauhnya.

Kalau tertangkap (bal) oleh kelompok yang jaga, maka pemain dianggap mati dan dilanjutkan pemain kedua. Jika tidak tertangkap, kadal (nyambit) dilempar ke pemukul. Kalau kena maka mati. Tapi kalau tidak kena permainan dilanjutkan.

8. Uler-uleran

Dua orang anak berdiri berhadapan dengan kedua tangannya diangkat sambil berpegangan pada jari. Lalu anak-anak lain berbaris berbanjar ke belakang dengan masing-masing tangan memegang pundak teman yang ada di depan. Rombongan kemudian berjalan meliuk-liuk dengan cepat sambil menyanyikan lagu.

Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang

Pada lagu yang terakhir inilah anak yang memasuki celah kedua tangan akan ditangkap dan dijadikan tawanan.

9. Main dengan Buah Jarak dan Daun Nangka

Dari buah jarak dan lembaran daun nangka dapat dibuat kereta-keretaan. Caranya, dua buah jarak ditusuk menjadi sepasang roda dengan sebatang lidi yang menjadi as roda itu. Lalu pasangan roda itu dimasukkan dalam lipatan daun nangka.

Kemudian beberapa daun nangka yang sudah diberi roda ini dirangkai-rangkaikan menjadi salah satu mainan kereta-keretaan. Lalu, daun nangka diikatkan tali dan diatrik ke sana ke mari.

10. Main dengan Kulit Jeruk

Dari kulit jeruk biasanya anak-anak Betawi membuat gerobak-gerobakan. Dari selembar kulit jeruk bali berukuran besar dijadikan badan gerobak.

Kemudian dua buah rodanya dibuat dari kulit jeruk besar yang dibentuk besar seperti roda. Selanjutnya dengan sebatang lidi yang menembus pada badan gerobak, kedua roda itu dihubungkan. Kalau diberi tali, maka gerobak-gerobakan ini dapat ditarik berjalan semau pemain.

Menurut Yahya Andi Saputra, penulis buku Permainan Tradisional Betawi (2004), kepada Liputan6.com via telepon, permainan anak-anak Betawi merupakan hasil interaksi anak-anak dengan lingkungan. Hal ini mengingatkan anak-anak untuk dekat dengan lingkungannya, sehingga memanfaatkan lingkungan sebagai keseharian.

Alat-alat yang dipakai dalam permainan ini ada yang bersifat interaktif dan bernyali besar, misalnya cebur-ceburan di kali, main pedang-pedangan, dan perosotan.

Adapun  nyanyian, kata ketua Lembaga Kebudayaan Betawi ini, turut memperkuat permainan, sebagai simbol pertahanan, sportivitas, patuh pada aturan, dan menciptakan kebersamaan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya