Liputan6.com, Bengkulu - Tidak kurang dari 300 orang warga Desa Susup, Komering, Rajak Besi dan Lubuk Unen Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah menggelar demo menolak aktivitas pertambangan batu bawa bawah tanah pada Sabtu siang.
Warga yang mencoba menerobos masuk ke kawasan pertambangan di Desa Lubuk Unen itu dihadang aparat bersenjata dari Kepolisian Resor Bengkulu Utara. Sempat terjadi negosiasi antara perwakilan demonstran dengan pihak kepolisian, tetapi tidak menuai hasil.
Advertisement
Warga yang bersenjata tajam tetap ngotot memaksa masuk dan mulai bertindak anarkis. Dipicu aksi saling dorong, suasana memanas tidak dapat dihindari. Bentrok fisik terjadi, aparat yang berupaya menghalau terpaksa melepaskan tembakan.
Joni Tutrisman, salah seorang warga mengatakan, kondisi sudah tidak terkendali lagi. Tidak kurang dari 26 warga menjadi korban, 4 orang di antaranya dibawa ke rumah sakit karena terkena luka tembak. Dari pihak kepolisian juga jatuh korban sebanyak 2 orang yang mengalami luka bacok.
"Sudah tidak terkontrol dan suasana sangat mencekam," ujar Joni di RSUD M Yunus Bengkulu, Sabtu (11/6/2016).
Keempat korban yang dilarikan ke RSUD M Yunus itu adalah Yudi dengan luka tembak di dada sebelah tangan, Badri dengan luka di pangkal leher dan tangan, Muan dengan luka di lengan dan dada tetapi bukan luka karena tembakan, dan korban keempat bernama Martha yang mengalami luka tembak di bagian perut.
Sementara korban dari pihak kepolisian tercatat atas nama Bripka Syafrizal, anggota Mapolsek Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah, terdapat beberapa luka bacok di bagian tubuh korban. Saat ini korban Syafrizal dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Bengkulu. Satu korban lain dari pihak kepolisian sedang diidentifikasi.
Suasana RSUD M Yunus saat ini dipenuhi oleh para keluarga korban yang berjaga, sebab beredar info dua dari empat korban yang saat ini tengah ditangani tim medis rumah sakit mengalami kritis.
Terpisah, kabid humas Polda Bengkulu AKBP Sudarno saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya masih menunggu laporan dari lapangan. "Kami belum mendapat informasi resmi, nanti kami khabari," singkat Sudarno.
Tuntutan Warga
Aktivitas pertambangan batu bara yang dikelola PT Citra Buana Sentosa (CBS) itu dilakukan pada kedalaman hingga 800 meter dan mulai melebar hingga mengarah ke permukiman masyarakat di dua kecamatan yaitu Merigi Melintang dan Merigi Sakti.
Anharman, warga Desa Susup mengatakan, aksi demo berujung bentrok itu dilakukan karena sudah ada beberapa rumah warga yang mengalami getaran saat aktivitas tambang menggunakan alat berat di bawah tanah untuk mengambil batu bara.
"Kami khawatir jika ini diteruskan, maka desa kami akan hancur, sebab tidak ada lagi daya tahan dari bawah tanah," ungkap Anharman.
Masyarakat yang melakukan aksi kata dia, menuntut agar pihak pemerintah mau mencabut izin operasional tambang dan tidak lagi mengeluarkan izin lain. Sebab bisa saja izin perusahaan yang ada sekarang jika dicabut, muncul lagi izin yang lain di lokasi yang sama.
Sementara itu, Kepala dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Bengkulu Tengah, Mun Sugiri menjelaskan jika izin tambang bawah tanah milik PT CBS itu resmi dan berlaku hingga tahun 2019 mendatang.
Pihaknya tidak memiliki kewenangan mencabutnya sebab izin dikeluarkan oleh kementerian berdasarkan rekomendasi Pemerintah Provinsi Bengkulu. "Semua izinnya lengkap dan kami tidak bisa mencabutnya," tegas Sugiri.