Barang Selundupan dari Luar Negeri Merajalela Masuk ke RI

Dirjen Bea Cukai meningkatkan serta memperketat pengawasan patroli dan pengawasan terhadap barang ekspor dan impor.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jun 2016, 08:25 WIB
Ratusan miras selundupan milik TKI dimusnahkan. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyatakan, kegiatan penyelundupan komoditas pangan dan produk marak terjadi di Indonesia saat puasa dan menjelang Lebaran. Barang-barang selundupan itu hasil importasi ilegal dari luar negeri lantaran tingginya permintaan masyarakat di dalam negeri.

Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai, Denny Surjantoro  mengungkapkan dalam beberapa bulan memasuki bulan puasa, Bea Cukai bersama pihak terkait telah menggagalkan beberapa penyelundupan bahan pangan impor ilegal dari berbagai negara, seperti bawang merah, beras, dan gula.

Pada Maret lalu, sebanyak 1.000 karung beras asal Singapura, 500 karung gula dan ribuan botol minuman beralkohol berhasil digagalkan di perairan Tanjung Pinang.

Disusul pengamanan kapal pengangkut 50 ton bawang merah selundupan dari Malaysia dengan tujuan Kuala Langsa pada April lalu. Penggagalan ini dilakukan Bea Cukai bersama TNI Angkatan Laut.

Baru-baru ini juga, Bea Cukai Dumai berhasil menggagalkan penyelundupan 15 ton gula asal Malaysia dengan nilai sekitar Rp 150 juta. Kepolisian pun belum lama ini sudah mengamankan dua mobil boks berisi 10 ribu unit ponsel pintar berbagai merek, termasuk iPhone dan Xiaomi selundupan.

"Menjelang Ramadan lalu, kita sudah banyak menggagalkan penyelundupan bahan pangan strategis dari luar negeri, seperti bawang merah, beras, dan gula putih. Memang banyak karena  permintaan tinggi untuk bahan pangan. Tapi kalau ponsel baru sekarang ini kita temukan lagi penyelundupannya," ujar Denny saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (13/6/2016).

Dia memperkirakan, kerugian negara akibat kasus penyelundupan barang impor ilegal ini mencapai miliaran rupiah. Sebagai contoh kasus selundupan 10 ribu ponsel. Apabila harganya di rata-ratakan Rp 2 juta per unit, dikalikan kewajiban bea masuk, dan pajak lainnya yang sekitar 40 persen, maka sekitar Rp 800 ribu per unit seharusnya masuk ke penerimaan negara.

Namun karena lolos dari pemeriksaan dan tidak menyetorkan bea masuk maupun pajak, maka dikalikan 10 ribu, negara kehilangan sekitar Rp 8 miliar.

"Tapi itu belum angka fix. Karena sedang diteliti dan diselidiki oleh Kepolisian untuk kasus penyelundupan 10 ribu unit ponsel. Sehingga posisi Bea Cukai adalah menunggu hasil penyelidikan Kepolisian," ujar dia.   

Denny mengaku, barang-barang ilegal atau selundupan biasanya masuk melalui pelabuhan-pelabuhan tikus yang banyak di Indonesia. Kondisi ini membuat kewalahan petugas bea cukai. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ada 43 pintu masuk tidak resmi di Batam, dan di Semenanjung Timur Sumatera terdapat 100 pintu tidak resmi.

"Tidak mungkin lewat pelabuhan besar maupun bandar udara. Tapi banyak lewat pelabuhan tikus yang tidak ada petugasnya," ucap dia.

Oleh sebab itu tak mau kecolongan, Ditjen Bea Cukai meningkatkan serta memperketat pengawasan patroli dan pemeriksaan terhadap barang-barang impor maupun ekspor. Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi mengungkapkan, pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan masuknya barang-barang impor ilegal.

"Pasti barang masuk melalui jalur tidak resmi, tingkatkan pengawasan secara fisik lewat patroli di pelabuhan dan luar pelabuhan, contoh Pantai Timur Sumatera. Sedangkan pemeriksaan dokumen di pelabuhan utama dan internasional lebih detail," tegas dia.

Bea Cukai, kata Heru, akan memaksimalkan pengawasan untuk mencegah maraknya penyelundupan barang-barang impor. Hanya saja dia tidak bisa menjamin tidak adanya penyelundupan barang ilegal ke Indonesia. "Tapi penyelundupan untuk sementara pasti ada," kata dia. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya