Bursa Asia Turun Jelang Pertemuan The Fed

Bursa saham Jepang memimpin penurunan terbesar di Asia pada perdagangan saham awal pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Jun 2016, 08:40 WIB
Sejumlah orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks saham di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/ 2015). Harga saham Nikkei mengalami perubahan mengikuti gejolak pasar Tiongkok. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia melemah pada awal pekan ini seiring pelaku pasar cemas hadapi voting Brexit dan menanti keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserves dan Jepang soal suku bunga.

Pada perdagangan saham, Senin (13/6/2016), indeks saham MSCI Asia Pasifik turun satu persen pada pukul 09.30 waktu Tokyo. Penurunan indeks saham acuan itu didorong sektor saham industri dan barang konsumsi.

Indeks saham Jepang Topix susut 2,2 persen, dan mencatatkan penurunan terendah sejak 6 Mei. Indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 1,3 persen. Indeks saham Selandia Baru tergelincir 0,4 persen.

Bursa saham Jepang memimpin penurunan terbesar di bursa Asia. Sementara itu, yen menguat, diikuti dengan emas.

Sedangkan imbal hasil surat utang bertenor 10 tahun cenderung menurun. Pelaku pasar lebih memilih alternatif investasi aman untuk mengantisipasi sejumlah sentimen antara lain rilis data ekonomi China. Ditambah hasil pertemuan bank sentral AS dan Jepang.

Di pasar uang, yen naik 0,5 persen menjadi 106,46 per dolar Amerika Serikat. Sedangkan pound melemah 0,6 persen menjadi US$ 1.4174 setelah sentuh level terendah sejak 18 April di kisaran US$ 1.465. Pelemahan mata uang Inggris ini lantaran dipengaruhi hasik survei terhadap Brexit.

Indeks dolar AS naik 0,1 persen terhadap 10 mata uang utama. Sentimen kebijakan suku bunga bank sentral AS mempengaruhi laju dolar AS. Berdasarkan survei Bloomberg, suku bunga bank sentral AS tidak akan naik 50 persen sebelum Desember.

"Dunia internasional fokus terhadap Brexit. Ya dan tidak bagian dari isu ini. Bila politik berhubungan dalam voting tersebut maka tidak akan bagus untuk mandat dan mendorong kebijakan makroekonomi lebih baik," ujar  Cameron Bagrie, Ekonom ANZ Bank New Zealand seperti dikutip dari laman Bloomberg, Senin (13/6/2016). (Ahm/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya