Liputan6.com, Jakarta - Penghargaan dan pujian yang mengalir kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti , maupun Kementerian yang dipimpinnya justru dianggap sebuah cambuk untuk semakin meningkatkan kinerja.
Sebab, Susi merasa ironi dengan nasib para nelayan lokal karena kesulitan mencari rezeki di Tanah Airnya sendiri.
Kisah dan pengalaman tersebut, Susi sampaikan kepada seluruh pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) usai Safari Bahari di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mengunakan KRI Untung Suropati 372 milik TNI Angkatan Laut. Kunjungan itu dilakukan selama 10 hari.
"Kemarin perjalanan 10 hari ke wilayah NTT punya ragam rasa, yakni gembira, bersyukur, terpana bahwa negeriku besar dan cantik. Langitnya indah, lautnya biru, ucap Susi di Jakarta, seperti ditulis Selasa (14/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Di tengah rasa bangga ini, Menteri Susi justru miris melihat kenyataan kehidupan para nelayan di beberapa wilayah Timur Indonesia ini.
Mulai dari menyaksikan sendiri kapal KKP seharga Rp 25 miliar mandek, permasalahan kesulitan nelayan keluar masuk menunggu air pasang selama 12 jam untuk membawa pulang hasil tangkapan, tidak ada es untuk membuat ikan tetap segar, sampai lamanya mendapatkan Sertifikat Layak Operasi (SLO) supaya dapat melakukan kegiatan perikanan.
"Mendengar keluhan ini seperti palu godam yang jatuh ke kepala, sangat memilukan. Rakyat menderita karena tidak dilayani dengan baik. Mereka teriak tidak punya jaring, sedangkan jaring tangkap ikan di gudang mangkrak. Saya merasa malu sebagai pejabat pemerintah," ujar Susi Pudjiastuti mengenang.
Dia berharap agar pemerintah lebih mawas diri dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang muncul.
"Karena di tengah penghargaan dan pujian untuk kita, ternyata masih tercecar ironi dan paradoks. Untuk itu perlu dikerjakan bersama-sama care dan do supaya Indonesia lebih baik ke depannya, dan menjadi bangsa yang maju, ucap Susi. (Fik/Ahm)