VIDEO: Mantan Istri Sebut Pelaku Penembakan Orlando Idap Bipolar

Mantan istri pelaku penembakan di Orlando mengaku kerap mendapat kekerasan secara fisik.

oleh Liputan6 diperbarui 14 Jun 2016, 02:59 WIB
Mantan istri pelaku penembakan di Orlando mengaku kerap mendapat kekerasan secara fisik.

Liputan6.com, Orlando - Otoritas keamanan Amerika Serikat (AS) masih menyelidiki tragedi berdarah di klub malam Pulse, Orlando, Florida, Minggu dini hari waktu setempat. Dalam peristiwa itu 50 orang tewas.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Senin (13/6/2016), sang pelaku utama Omar Mateen warga Amerika kelahiran New York, keturunan Afghanistan yang tinggal di Port St Lucie, Florida telah tewas ditembak mati polisi.

Namun aparat gabungan terus menggali, apakah kasus ini murni aksi kriminal individu atau kah terkait jaringan teroris internasional.

Menurut seorang pejabat FBI, Omar Mateen pernah dinterogasi khusus pada 2013 dan 2014, terkait beberapa kawannya yang menyatakan kesetiaan kepada ISIS. Tetapi kasus itu ditutup karena tidak ditemukan bukti keterlibatan Omar.

Omar diketahui cukup terlatih menggunakan senjata api, karena ia bekerja di perusahaan jasa keamananan ternama G4S sejak 2007 dan dites kembali pada 2013.

Omar lolos sejumlah rangkaian tes, hingga akhirnya mendapatkan lisensi petugas keamanan dan secara legal berhak memegang senjata api.

Mantan istri, Sitora Yustify menyebut Omar memiliki gangguan mental.

"Beberapa bulan setelah menikah saya melihat ketidakstabilannya dan saya lihat ia bipolar dan mudah marah tiba-tiba. Saat itulah saya mulai khawatir akan keselamatan saya," ujar dia.

Yustify menambahkan, mantan suaminya itu kerap menyiksa dia secara fisik. Selain itu, Omar juga sering melarang berkomunikasi dengan keluarganya.

"Beberapa bulan ia mulai menyiksa saya secara fisik dan sangat sering melarang saya berkomunikasi dengan keluarga saya," tutup dia.

Sementara itu, aksi teror terburuk sepanjang sejarah Amerika Serikat ini mendapat kecaman dari para pemimpin muslim Amerika.

Mereka menyebut tindakan itu sebagai kejahatan kebencian. Kelompok Muslim Amerika tak mentolerir segala tindakan ekstremisme.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya