Liputan6.com, Florida- Penembakan massal yang terjadi di sebuah klub malam LGBT di Orlando disebut sebagai aksi teror terparah dalam sejarah modern Amerika Serikat (AS). Insiden yang menewaskan 49 orang dan melukai puluhan lainnya itu kini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia.
Baca Juga
Advertisement
Perhatian terbesar masyarakat terpaku pada sosok pelaku di balik aksi mengerikan tersebut: Omar Mateen. Segala hal tentangnya, mulai dari rumah tangga hingga pekerjaan sebelumnya, disorot seteliti mungkin dengan harapan hal tersebut dapat membantu proses untuk menguak motif si pelaku.
Tidak sedikit jumlah orang yang menyatakan keterkaitan Mateen dengan kelompok militan ISIS. Pemikiran ini terbentuk sesaat setelah informasi mengenai dirinya mengaku sebagai pengikut ISIS beredar.
Walaupun informasi tersebut masih simpang siur, beberapa alumnus Martin County Highschool di Florida, tempat di mana Mateen menamatkan sekolah jenjang SMA, mempunyai cerita tentang pelaku penembakan Orlando tersebut.
Robert Zirkle yang pada tahun 2001 silam berada di kelas 1 SMA di Martin County Highschool, adik kelas Mateen, menceritakan ada kejanggalan saat terjadi insiden mengerikan tahun itu: tragedi 9/11.
Ia menceritakan, ketika semua murid dikumpulkan untuk menyaksikan insiden tersebut bersama semua angkatan lewat televisi, Mateen adalah satu-satunya murid yang terlihat gembira.
"Murid lain termenung dalam kesedihan, sementara Mateen mulai berjingkrak-jingkrak menyoraki keberhasilan teroris," katanya saat diwawancarai oleh Washington Post yang dikutip pada Selasa (14/6/2016).
Robert mengaku tak paham akan respons Mateen terhadap insiden tersebut. Pada saat itu dirinya hanya memikirkan dua kemungkinan: Mateen dididik seperti itu di rumahnya atau ia ingin mencari perhatian karena dirinya tak punya banyak teman semasa sekolah.
"Saat berada dalam bus, Mateen membuat suara menyerupai bunyi pesawat dan membuat seolah ia sedang mengarahkan pesawat itu ke sebuah gedung," tuturnya.
Robert menjelaskan bahwa dirinya memang tak terlalu dekat dengan Mateen. Namun ia adalah salah satu sosok dari segelintir siswa yang berteman dengan si pelaku semasa SMA.
"Sebelum tragedi 9/11, ia baik-baik saja, kita selalu berada dalam bus sekolah yang sama. Tetapi setelah insiden tersebut, Mateen mulai berubah, kelakuannya berbeda dari sebelumnya," ujarnya.
Beberapa alumni lain juga angkat bicara soal pelaku dari penembakan massal di Orlando pada tanggal 12 Juni dini hari.
Salah seorang alumni lainnya, teman sekelas Omar Mateen juga mengaku bahwa ia menyaksikan sendiri Mateen tersenyum saat menyaksikan pesawat kedua menabrak gedung World Trade Center (WTC) di televisi.
"Sungguh aneh melihatnya tersenyum setelah melihat apa yang menimpa negeri kita," kata teman sekelas Mateen yang menolak namanya untuk dipublikasikan.
Ia juga menceritakan bahwa Mateen pernah mengaku bahwa Osama Bin Laden adalah pamannya. Hal ini juga dilontarkan kepada Robert sebelumnya.
Kisah menarik lainnya datang dari teman kelas lainnya yang juga tidak mau disebut namanya ke publik. Ia mengaku ingat sekali respons Mateen saat tragedi 9/11, karena dirinya dan sang pelaku sempat dipanggil ke ruang kepala sekolah atas perilaku buruk.
"Saya dipanggil karena tertidur di kelas, dan ketika bangun saya kaget melihat tayangan tragedi 9/11 di televisi lalu mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas. Saya lalu dipanggil ke ruang kepala sekolah," terangnya.
"Mateen juga dipanggil, dan awalnya saya tidak tahu mengapa dia dipanggil sampai akhirnya ia mengeluarkan kalimat seperti ‘Amerika memang pantas dapatkan itu!’ dan tentunya saya merasa ada yang salah dengan perkataan tersebut," tambahnya.
Tidak lama kemudian, dirinya dan Mateen dikeluarkan dari sekolah. Pada saat itu Mateen dijemput oleh ayahnya.
Beberapa pihak yang angkat bicara menceritakan bahwa Mateen kerap kali menjadi korban bullying di sekolahnya.