Liputan6.com, Jakarta Pekerjaan atau profesi seseorang ternyata memiliki kaitan dengan frekuensi olahraga yang dijalankan di waktu luang. Demikian temuan yang diperoleh para ilmuwan, Debra Blackwell dan Tainya Clarke dari National Center for Health Statistics (NCHS) dari Centers for Disease Control and Prevention, Amerika Serikat seperti dikutip dari Time, Selasa (14/6/2016).
Dari penelitian ditemukan, 43 persen orang dewasa yang bekerja tidak menjalankan olahraga dengan durasi waktu seperti disarankan Pedoman Umum Kesehatan Pemerintah Federal 2008 dan 2014 (Survei Nasional Amerika) yang merekomendasikan setidaknya 150 menit aktivitas fisik moderat atau 75 menit aktivitas padat setiap minggu. Ditambah beberapa latihan beban untuk memperkuat otot beberapa hari seminggu.
Advertisement
Penelitian ini juga melaporkan 51 persen orang yang bekerja di bidang produksi dan melibatkan tenaga fisik cenderung kurang melakukan olahraga di waktu luang daripada para pekerja kantoran (30 persen). Sementara orang-orang dengan pekerjaan tetap dilaporkan memiliki jumlah aktivitas fisik dan rekreasi tertinggi.
Pendidikan ternyata menjadi faktor penting dalam hubungan antara pekerjaan dan aktivitas fisik. Semakin tinggi pendidikan, semakin besar kemungkinan orang memenuhi persyaratan aktivitas fisik. Dan orang-orang dengan derajat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih kerap melakukan olahraga di waktu luang.
"Pendidikan adalah modal sosial yang memberikan akses informasi, dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan tentang pilihan gaya hidup,"jelas Blackwell.
Pendidikan tinggi membantu orang untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat latihan juga memiliki lebih banyak sumber daya untuk aktif secara fisik ketika mereka tidak bekerja.
Sayang, laporan ini tidak menyelidiki seperti apakah kebiasaan para perokok atau pelaku diet. Namun, Blackwell menduga pendidikan juga mempengaruhi faktor-faktor tersebut.