Liputan6.com, Jakarta - Rantai pasok atau distribusi pangan di Indonesia begitu panjang. Mulai dari tingkat petani atau peternak sampai ke tangan konsumen.
Kondisi ini yang dinilai memicu permainan harga di tingkat pedagang besar maupun bandar, yang berimbas pada lonjakan harga jual dan memberatkan daya beli masyarakat.
“Negara kita isinya mafia semua,” ujar Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir saat Diskusi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di kantor KEIN, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta menambahkan, hambatan pemerintah selama ini untuk menekan harga pangan adalah karena panjangnya jalur distribusi daging sapi, gula pasir, daging ayam, dan komoditas lain.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai contoh, rantai pasokan sapi yang berasal dari impor harus melewati beberapa unit usaha. Antara lain dari feedloter (tempat penggemukan sapi) oleh importir yang dibawa ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Kemudian disalurkan ke pedagang besar atau bos daging, pedagang lapak, baru sampai ke tingkat konsumen.
“Kalau rantai pasok diperpendek langsung ke konsumen seperti cara Bulog menggelar operasi pasar, maka harga daging sapi bisa jauh lebih murah. Mekanisme pasar akan semakin efisien, bukan 5 sampai 7 tingkatan untuk sampai ke tangan konsumen sehingga harga daging bisa saja Rp 80 ribu per kg. Jika Malaysia, Jerman, dan Jepang bisa, kenapa kita tidak bisa,” tegas Arif.
Selanjutnya dalam jangka menengah, dia mengatakan, KEIN bersama KPPU mengusulkan penghapusan mekanisme atau kebijakan kuota menjadi pengenaan tarif. Kemudian, memberikan insentif biaya transportasi dan pakan untuk ternak sehingga ini bisa menjadi peluang atau angin segar bagi industri ternak di Tanah Air.
Sementara itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf menjamin, penghapusan sistem kuota impor dan menggantinya dengan mekanisme tarif akan mengurangi bahkan memberangus praktik mafia pangan yang selama ini merusak struktur pasar di Indonesia.
“Dulu ada 19 importir bawang putih yang dapat kuota lagi. Sekarang tidak ada kuota lagi, kartel kok bisa tidak ada. Karena pabrik kartel ini adalah rantai pasok yang panjang. Dengan mengubah regulasi dari sistem kuota ke tarif, atau dari kuota kuartalan menjadi tahunan, akan relatif mengurangi praktik kartel,” kata dia.