Liputan6.com, Berlin - Suatu penelitian terkini oleh Universitas Leipzig mengungkapkan temuan mengkhawatirkan tentang pandangan rasis dan otoriter dalam masyarakat Jerman.
Dikutip dari The Local pada Kamis (16/6/2016), temuan itu menyebutkan bahwa satu di antara sepuluh warga Jerman ingin negara mereka dipimpin oleh seorang Fuhrer (diktator) yang 'menggunakan tangan besi untuk kebaikan bersama'.
Sekitar 11 persen responden penelitian mengatakan bahwa kaum Yahudi memiliki terlalu banyak pengaruh dalam masyarakat. Sementara, sekitar 12 persen merasa bangsa Jerman secara alamiah memang lebih hebat daripada yang lain.
Empat di antara sepuluh responden menganggap kaum Muslim harus dilarang melakukan imigrasi ke negara mereka.
Baca Juga
Advertisement
Begitulah sejumlah temuan mengejutkan dari penelitian tadi, yang dilakukan dalam interval teratur oleh Univeritas Leipzig sejak 2002.
Secara khusus, sikap bermusuhan terhadap muslim semakin meningkat sejak laporan terakhir pada 2014. Sekitar 36,6 persen warga tidak ingin ada lebih banyak imigran masuk ke Jerman.
Setengah dari 2.240 orang responden survei mengaku mereka merasa seperti "orang asing di negeri sendiri" karena terlalu banyak muslim. Hasil tersebut meningkat 7 persen dari hasil jajak pendapat 2014.
Secara keseluruhan, tiga di antara sepuluh orang merasa Jerman telah "disusupi oleh terlalu banyak orang asing secara membahayakan", demikian temuan lain penelitian ini setelah Jerman membuka pintu bagi 1,1 juta pencari suaka.
Pandangan skeptis diarahkan kepada para pengungsi dan tiga di antara lima warga Jerman mengatakan bahwa para pencari suaka itu "tidak benar-benar menghadapi risiko didakwa di negara asalnya."
"Terjadi peningkatan sikap ekstrem kanan. Tapi, dibandingkan dengan penelitian kami 2 tahun lalu, orang-orang dengan sikap ekstrem kanan sekarang ini lebih siap melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka," demikian menurut Dr. Oliver Decker, salah satu penulis laporan dalam catatan di situs web universitas.
Laporan itu juga menyebut telah menemukan "polarisasi dan radikalisasi yang jelas" dalam masyarakat Jerman. Ada lebih banyak responden saat ini yang menentang kekerasan.
"Dua kelompok ini hadir berdampingan. Ada orang yang secara aktif terlibat membantu para pengungsi dan ada lagi yang secara aktif menolak para pengungsi," kata Decker.
Penelitian ini menengarai ideologi ekstremis menjadi semakin diterima dalam masyarakat Jerman dan memungkinkan semakin terkenalnya partai Alternative for Germany (AfD).
Dr. Elmar Brähler, salah satu penulis laporan menambahkan, "Kebanyakan pemilih AfD memiliki sikap bermusuhan dengan dunia."
Sikap rasis juga tinggi di kalangan orang yang hingga saat ini masih belum memberikan suara, demikian menurut penelitian yang mengungkap hampir 30 persen dari mereka kemungkinan menyuarakan pendapat berbau xenofobia.
Brähler melanjutkan, "Potensi partai-partai ekstrem kanan atau populis sayap kanan masih lebih tinggi daripada yang ditunjukkan melalui hasil-hasil pemilu."
Survei ini juga mengungkapkan peningkatan sikap negatif terhadap masyarakat Roma atau Sinti. Setengah responden mengatakan orang-orang itu harus dilarang di pusat-pusat kota.
Homofobia juga ditengarai mengalami peningkatan, sekitar 40 persen orang mengaku merasa jijik melihat kaum gay berciuman di depan umum. Pada 2011, angka ini hanya 25 persen.