Liputan6.com, Yogyakarta - Angka kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Yogyakarta termasuk tinggi tahun ini. Hingga awal Juni 2016, tercatat sudah ratusan warga Yogya yang terkena penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes aegypti ini.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kota Yogyakarta Yudiria Amalia mengatakan, Kota Yogya sudah melewati siklus lima tahunan pada tahun lalu. Walau begitu, angka kasus penyakit demam berdarah masih terhitung tinggi di Kota Yogya.
Tahun ini hingga awal Juni, dia menjelaskan, tercatat sudah ada 678 kasus demam berdarah. Padahal biasanya kasus demam berdarah ini turun di bulan Mei.
"Siklus lima tahunan kemarin 980 untuk DBD. Tahun ini harusnya ayem karena akan lebih rendah, tapi saat ini tetap ada mungkin karena iklim hujan masih turun. Tahun ini 678 kasus di awal bulan Juni ini. Saya setiap hari deg-degan karena sehari bisa masuk 10 orang," ujar Ria di Yogyakarta, Rabu, 15 Juni 2016.
Baca Juga
Advertisement
Ria menerangkan, kebanyakan kasus DBD menyerang anak-anak berusia 7-12 tahun sehingga penyebaran nyamuk itu bisa terjadi di sekolah. Oleh karena itu, para siswa di Kota Yogya diminta untuk menggunakan pakaian panjang agar tidak digigit nyamuk Aedes aegypti.
Namun begitu, ia juga meminta seluruh warga untuk menjaga lingkungannya dari penyebaran nyamuk ini. Terutama rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya.
"Sekolah sangat rawan. Berdasarkan penelitian saat siang, jadi posisi anak-anak berada di sekolah. Dianjurkan pakai pakaian panjang rok atau celana panjang dan lengan panjang. Selain sekolah juga rumah kosong. Cukup banyak. Ternyata Yogya jadi tempat nyaman bagi warga dan juga nyamuk," ucap Ria.
Ria menjelaskan pihak Dinkes Kota Yogya sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui puskesmas dan PKK Kota Yogya. Warga diimbau melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M, yaitu menguras tempat air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang tempat perkembangbiakan nyamuk.
Selain sosialisasi, dia melanjutkan, juga telah dikeluarkan surat edaran dari sekda yang menganjurkan warga untuk menjadi juru jumantik dari masing-masing rumah. Artinya, warga yang akan mengecek sendiri lingkungannya.
"Sosialisasi terus dilakukan dengan PSN dan community deal. Seperti ada denda, tapi itu ada di tingkat masyarakat. Lalu jadi jumantik sendiri dan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) harus terus dilaksanakan. Fogging itu bukan penyelesaian masalah. Jika memang perlu fogging, tetap setelah fogging harus PSN," ucap Yudiria Amalia.