Liputan6.com, Washington, DC - Badan intelijen federal Amerika Serikat, CIA, merilis 50 dokumen resmi yang berisi rincian penggunaan teknik interogasi brutal terhadap tersangka teroris setelah serangan 9/11. Data itu diungkap ke publik setelah munculnya tuntutan dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU).
Sebuah dokumen bertajuk, Description pf Physical Pressures membahas potensi tekanan fisik dan psikologis yang dilakukan terhadap tahanan yang meliputi tamparan wajah, penggunaan popok, 'serangga', dan 'pemakaman palsu'.
"Salah satu kemungkinan adalah mengancam dengan menempatkan serangga penyengat ke dalam ruangan kotak sempit bersama tahanan," sebut dokumen itu seperti dilansir CNN, Kamis (16/6/2016).
Sementara yang dimaksud dengan pemakaman palsu adalah, tahanan akan ditempatkan di sebuah kotak kurungan sempit menyerupai peti mati. Kotak itu memiliki lubang udara tersembunyi untuk mencegah tahanan mati lemas.
Dalam salah satu dokumen yang dirilis pada 12 Agustus 2012, penulis melarang pihak CIA untuk menggunakan 'bahasa spekulatif demi melegalkan kegiatan yang telah diberikan' dan 'menghakimi legalitas mereka'. Catatan itu menyimpulkan 'bahasa tersebut tidak membantu'.
Pejabat CIA lain menulis jauh lebih blak-blakan dalam sebuah surat elektronik. "Bagaikan sebuah kereta (rusak) yang menunggu sesuatu terjadi dan saya berniat untuk keluar dari kereta sebelum itu terjadi," tulis pejabat intelijen itu.
Kebanyakan informasi yang terdapat dalam dokumen itu telah diumumkan ke publik, termasuk selama investigasi Senat pada 2014.
Merujuk salah satu memo, bahkan Presiden George W Bush disebut sangat prihatin dengan praktik interogasi itu.
Dalam memo 7 Juni 2006, Direktur CIA, Porter Goss mengatakan, Presiden Bush 'prihatin tentang kondisi tahanan, yang dirantai ke langit-langit, dipakaikan popok, dan dipaksa pergi ke kamar mandi dengan kondisi seperti itu," sebut memo tersebut.
Pada Maret 2005, dalam memo yang sama disarankan taktik interogasi terhadap tahanan yang bertahan bungkam. "Kami percaya bahwa keunggulan interogasi ini menjadi alasan utama di balik kegagalan Al Qaeda melancarkan serangan di Barat pasca 11 September 2001".
Salah satu memorandum memberikan sejumlah panduan taktik interogasi itu.
"Petugas CIA dan personel lain yang bertindak atas nama CIA kemungkinan hanya menggunakan Permissible Interrogation Techniques -- Teknik Interogasi yang Diizinkan termasuk waterboarding dan memaksa tahanan untuk memakai popok dewasa dengan tujuan untuk 'dihina'," tulis memo tersebut.
"Teknik yang menggabungkan tekanan fisik dan psikologis melampaui teknik standar memerlukan pendampingan tenaga medis dan psikologis. Proses interogasi akan dihentikan jika tenaga ahli mengatakan bahwa tahanan mengalami cedera fisik atau mental yang signifikan dan berkepanjangan, sakit, atau derita bila penyiksaan terus dilanjutkan," imbuh memo tersebut.
Dokumen juga memuat laporan inspektur jenderal terkait dengan penangkapan dan penahanan seorang warga negara Jerman, Khalid Al-Masri. Disebutkan bahwa al-Masri adalah korban salah tangkap selama berbulan-bulan -- peristiwa ini merupakan kegagalan penegak hukum dan manajemen pengawas.
Selain itu, penyelidikan atas kematian seorang militan, Gul Rahman di penjara Afghanistan juga menjadi bagian dari dokumen tersebut. Rincian laporan itu menyebutkan bagaimana pria itu mengalami penyiksaan, ia diperdengarkan musik selama terus menerus, kurang tidur, popoknya dipreteli, dan ditempatkan di sel yang 'sangat dingin'.
Gul Rahman disebut meninggal dunia akibat hipotermia di dalam penjara.
"Laporan resmi ini menambah rincian baru dalam catatan publik terkait dengan program interogasi CIA dan menggarisbawahi metode kekejaman baru yang digunakan oleh badan intelijen itu," ujar Wakil Direktur ACLU, Jameel Jaffer.
Rincian metode interogasi CIA itu membuat Presiden Barack Obama prihatin. Jika CIA menyebut metode itu sebagai 'interogasi yang diperluas' atau 'teknik interogasi yang telah ditingkatkan' maka Obama ia melabeli itu sebagai 'penyiksaan'.
Sebelumnya, ACLU juga pernah melayangkan gugatan terhadap pemerintahan Obama menyusul terbongkarnya surat perintah penyadapan terhadap telepon dan internet jutaan warga AS.
Advertisement