Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan peningkatan 20 persen jumlah peserta Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di Indonesia. Perusahaan telah menggelar sosialisasi ke seluruh kantor Kedutaan Besar Negara Sahabat di Indonesia.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto mengungkapkan, jumlah WNA yang bekerja di Indonesia mencapai 660 ribu orang. Dari angka itu, sebanyak 51 persen atau 350 ribu WNA sudah bergabung menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Kita berharap WNA yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan bertambah 20 persen dari yang ada saat itu,” ujar dia di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/6/2016).
Jika dihitung, perusahaan memasang target peningkatan WNA peserta BPJS Ketenagakerjaan sebesar 70 ribu orang, sehingga diharapkan basis peserta dari warga asing mencapai 420 ribu orang.
Baca Juga
Advertisement
Agus mengatakan, perusahaan telah melakukan sosialisasi di seluruh kantor Duta Besar Negara Sahabat di Indonesia. Untuk memfasilitasinya, BPJS Ketenagakerjaan memberikan akses kemudahan pendaftaran peserta tanpa membedakan tarif iuran.
“Dubes supaya mengimbau pekerja asing yang bekerja lebih dari 6 bulan di Indonesia wajib mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Kita permudah aksesnya dengan sistem elektronik dan pelayanan di kantor cabang. Dipastikan tidak ada perbedaan tarif, karena UU ini berlaku umum,” terang Agus.
Di luar menambah peserta Warga Negara Asing, BPJS Ketenagakerjaan juga terus menambah jumlah peserta untuk pekerja non forma. Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah peserta dari pekerja non formal tersebut dengan meluncurkan program Bukan Penerima Upah (BPU). Program ini diperuntukkan bagi pekerja yang bekerja di sektor informal.
Sasaran pekerja sektor informal dimaksud antara lain Petani, Nelayan, Tukang Ojek, hingga atlit dan artis. Program BPU memberikan perlindungan yang sama dengan yang didapat oleh pekerja yang bekerja di sektor formal dengan besaran iuran yang tidak berbeda jauh.
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), misalnya, memberikan perlindungan kepada peserta BPU terhadap resiko kecelakaan yang terjadi saat bekerja. Perlindungan terhadap kecelakaan kerja dimulai sejak pekerja meninggalkan rumah, saat sedang bekerja, hingga kembali lagi ke rumah.
Dengan cakupan yang demikian luas, pekerja diharapkan dapat bekerja dengan tenang serta merasa aman karena perlindungan maksimal dari program Jaminan Kecelakaan Kerja. Apabila terjadi kecelakaan saat bekerja, manfaat yang didapatkan oleh pekerja berupa biaya perawatan di rumah sakit hingga Rp 20 juta.
Jika terjadi resiko meninggal dunia karena kecelakaan kerja, maka ahli waris dari pekerja berhak mendapatkan santunan sebesar 48 kali gaji yang terdaftar dan santunan berkala sebesar Rp 200 ribu per bulan selama 2 tahun.
Demikian halnya dengan cacat total tetap karena kecelakaan kerja, pekerja akan mendapatkan manfaat tambahan dari JKK yaitu JKK-Return to Work (JKK-RTW).
Manfaat tambahan ini memberikan pelatihan kepada pekerja yang mengalami cacat total tetap karena kecelakaan kerja agar yang bersangkutan dapat kembali bekerja dengan keterampilan baru yang didapat selama pelatihan. Dengan begitu, resiko kehilangan mata pencaharian karena kecelakaan kerja dapat diminimalisir.