Liputan6.com, Jakarta - Minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) merupakan salah satu produk komoditas primadona Indonesia di pasar dunia. Namun, eksistensinya di pasar global sering terganjal berbagai isu akibat persaingan dagang dan lobi politik sebagian negara, khususnya di kawasan Eropa dan Amerika.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Benny Pasaribu menilai dalam menghadapi masalah lobi politik tersebut kuncinya ada pada negosiasi serta penghitungan teknis. Menurut Benny, pemerintah sebaiknya mengutus pejabat tinggi setingkat direktur jendral atau setingkat wakil menteri dalam meja perundingan.
"Negosiator kita itu sebaik-baiknya adalah pejabat tinggi yang memahi bidangnya. Syukur kalau duta besar memahami isu teknis. Kalau dari kementerian kalo bisa setingkat dirjen atau wakil menteri," ujar Benny kepada Liputan6.com seperti ditulis, Jumat (17/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Benny juga menilai jika dalam suatu perundingan, wakil pemerintah juga dapat didampingi oleh kalangan pengusaha atau asosiasi terkait untuk kemudian dipaparkan data-datanya. "Jadi kita full power dalam menghadapi lawan," ujarnya.
Sebelumnya Benny mengatakan industri CPO memiliki potensi besar, khususnya pada industri pengolahannya yang hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.
"CPO dengan kapasitas dalam negeri 35 juta ton, kita butuh bermacam industri pengolahan untuk mengolah bahan baku ini," ujar Benny.
Berdasarkan data yang diolah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada tahun 2015 mencapai 26,40 juta ton atau naik 21 persen dibandingkan dengan total ekspor 2014, 21,76 juta ton.
Adapun produksi CPO dan turunannya 2015 diprediksi mencapai 32,5 juta ton (termasuk biodiesel dan oleochemical). Angka produksi ini naik 3 persen dibandingkan total produksi tahun 2014 yang hanya mencapai 31,5 juta ton.
Nilai ekspor minyak sawit sepanjang 2015 mencapai US$ 18,64 miliar. Meskipun volume ekspor naik, nilai ekspor mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu karena rendahnya harga minyak sawit global. Nilai ekspor tahun 2015 tercatat turun sebesar 11,67 persen dibandingkan 2014 yang mencapai US$ 21,1 miliar.
India, Negara Uni Eropa dan China masih merupakan pengimpor terbesar minyak sawit dari Indonesia. Sepanjang tahun 2015, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India menjadi 5,8 juta ton atau naik 15 persen dibandingkan tahun lalu yaitu 5,1 juta ton.
Sementara ekspor ke negara-negara Uni Eropa mencapai 4,23 juta ton, angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 2,6 persen dibandingkan dengan volume ekspor tahun lalu. (Ekarina)