Liputan6.com, Jakarta Di Indonesia, belum ada aturan khusus hak cuti ayah untuk kelahiran anak (paternity leave). Hal ini ternyata menjadi perhatian publik di hari ayah internasional ini sehingga muncul petisi cuti ayah untuk kelahiran anak.
Dua orang ayah yang menginisiasi petisi tersebut, Ahmad Zaini dan Adi S. Noegroho, menyampaikan, cuti ayah untuk kelahiran anak ini dapat memberikan kesempatan baginya untuk membangun ikatan emosial dan kedekatan sejak dini dengan sang bayi.
Advertisement
"Selama ini banyak di antara kami, para ayah yang terpaksa menghabiskan jatah cuti tahunan atau harus rela bolos tanpa digaji demi menemani istri dan bayi kami," tulisnya dalam Change.org, Senin (20/6/2016).
Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, untuk pekerja laki-laki, jika istri pekerja melahirkan, pekerja memang memperoleh hak untuk tidak melakukan pekerjaan, namun tetap dibayar selama 2 (dua) hari (Pasal 93 ayat [4] huruf e).
"Jumlah yang sangat tidak cukup. Itu pun di lapangan pelaksanaannya sangat tergantung dengan kebijakan perusahaan atau instansi pemberi kerja. Tidak sedikit kejadian suami yang tidak mendapat ijin untuk mendampingi istri saat melahirkan. Kami meminta pemerintah secara resmi memberikan cuti ayah untuk kelahiran anak (Paternity Leave) minimal 2 minggu," tegas keduanya.
Negara-negara Eropa sudah lama menerapkan paternity leave ini. Di Belgia, cuti dibayar 10 hari, di Islandia memberikan cuti dibayar hingga empat bulan. Sementara cuti tak dibayar diterapkan di Prancis selama dua tahun dan di Spanyol hingga tiga tahun, jatah itu dibagi untuk kedua orangtua. Negara-negara lain memberlakukan cuti berbayar tidak penuh dengan presentase dan jumlah tertentu.
Sementara negara-negara Asia, cuti ayah untuk kelahiran anak juga sudah diterapkan. Australia misalnya, memberi jatah untuk kedua orangtua cuti tanpa dibayar selama 52 hari. Jepang memberikan cuti tak dibayar untuk ibu dan ayah masing-masing satu tahun. Korea Selatan memberikan cuti berbayar kepada kedua orangtua selama satu tahun.