BPK Tak Mau Tinjau Ulang Hasil Audit Pembelian RS Sumber Waras

KPK tak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.

oleh Muslim AR diperbarui 20 Jun 2016, 16:48 WIB
Ketua BPK Harry Azhar Azis. (Liputan6.com/Muslim AR)

Liputan6.com, Jakarta - KPK tak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak mau hasil audit ivestigasi atas pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu ditinjau ulang.

"BPK tidak perlu follow up (hasil investigasi). Saya tegaskan hasil audit investigasi sudah final dan mengikat," ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis di Gedung BPK, Jakarta, Senin (20/6/2016).

Menurut Harry, hasil investigasi BPK yang diminta KPK itu membuahkan rekomendasi untuk membatalkan atau mengembalikan kerugian negara. Bahkan Harry mengatakan, rekomendasi itu berlaku sampai Indonesia bubar.

"Rekomendasi BPK itu berlaku sampai kiamat. Jadi kalau enggak ditindaklanjuti Pemprov DKI sekarang, ya harus ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI selanjutnya," terang Harry setelah bertemu dengan beberapa aktivis di Gedung Arsip BPK di jalan Gatot Soebroto, Jakarta.

Ia menegaskan, temuan adanya indikasi kerugian negara di dalam audit investigasi tersebut berdasarkan fakta di lapangan yang ditemukan pihaknya. Hasil audit investigasi BPK tetap menyatakan pembelian RS Sumber Waras merugikan negara.

"Saya katakan, lima tahun, 10 tahun, tetap sepanjang tidak dibenahi, kerugian negaranya tetap ada," dia menegaskan.

"Di undang-undang kalau apa yang dilakukan BPK tidak ditindaklanjuti berarti melanggar konstitusi," Harry memungkas.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan hasil penyelidikan pihaknya tak menemukan satupun perbuatan melawan hukum dalam pembelian RS Sumber Waras.

BPK DKI Jakarta menyebutkan pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara hingga Rp 191 miliar. Tapi belakangan, ada perubahan nilai kerugian setelah digelar audit investigasi oleh BPK sebesar Rp 173 miliar.

Kerugian terjadi karena ada perbedaan nilai jual objek pajak tanah (NJOP). BPK menilai NJOP yang ada di Jalan Tomang Utara, sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilainya di Jalan Kyai Tapa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya