Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah ingin membuat wilayah surga pajak/tax haven Area untuk pengusaha Indonesia yang memiliki perusahaan di luar negeri. Dengan begitu, mereka tetap menyimpan uang di Indonesia.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, di wilayah yang ditetapkan sebagai tax haven tersebut pemungutan pajak akan lebih rendah dari wilayah lain. Namun, ketika ditanyakan besaran pajaknya dia belum bisa menyebutkan.
Advertisement
"Tax yang lebih ringan. Nanti kita lihat. Orang ini masih di angan-angan," kata Bambang, di Gedung DPR Jakarta, Selasa (21/6/2016).
Bambang mengungkapkan, ide Tax Haven muncul untuk menjaga pengusaha yang memiliki perusahaan di luar negeri tetap menyimpan uangnya di dalam negeri, Bambang pun ingin Tax Haven diterapkan dengan cepat.
"Untuk menampung perusahaan Indonesia yang punya bisnis di luar negeri. Jadi dia boleh punya bisnis di luar negeri, tapi base-nya di kita aja jangan di luar negeri," terang Bambang.
Bambang menyebutkan wilayah yang saat ini menerapkan Tax Haven adalah Pulau Labuan di Malaysia. Namun dia belum bisa menyebutkan payung hukum untuk menerapkan Tax Haven.
"Bentuknya kamu lihat Pulau Labuan di Malaysia, ya kira-kira seperti itu. Semacam tax haven area," tutur Bambang.
Sebelumnya Bambang sempat mengutarakan, praktik penyimpanan uang di luar negeri yang dilakukan warga negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Bahkan nilainya bisa mencapai belasan ribu triliun rupiah, negara-negara yang menjadi lokasi favorit bagi orang Indonesia menyembunyikan uangnya, yaitu yang menerapkan pajak rendah bahkan tidak memungut pajak (tax haven).
"Tax heaven itu negara kecil yang nggak punya apa-apa. Data yang kami miliki, tax haven kami adalah British Virgin Island, Kock Island, Singapura," ujar Bambang.
Skemanya, lanjut Bambang, orang Indonesia tersebut menyembunyikan uang dengan membentuk perusahaan afiliasi di berbagai negeri tax haven. Dengan demikian, tidak ada pungutan pajak yang harus dikeluarkannya.
"Tax haven adalah negara yang kecil. Lalu yang kedua adalah negaranya yang tidak punya sumber apa-apa. Jadi tax haven itu hanya betul-betul merupakan bentuk survival dari negara tersebut," kata dia.
Sementara jika bicara potensi uang orang Indonesia yang disimpan di negara negara lain dinilai sangat besar, bahkan lebih besar dari gross domestic product (GDP) Indonesia.
"Saya bicara potensinya, melihat potensinya seperti itu. Tadi kan sempat disebut bahwa GDP kita Rp 11 ribu triliun, tepatnya Rp 11.400 triliun. Nah dari perhitungan kasar kami, potensinya uang Indonesia di luar negeri, maka saya sebut lebih besar dari GDP kita, jadi lebih dari Rp 11.400 triliun (setara US$ 876 miliar dengan kurs Rp 13.000 per dolar AS)," ungkap dia.
Angka sebesar itu, lanjut Bambang, lantaran praktik semacam ini telah dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Sehingga jumlah uang yang disimpan di negara-negara tax haven itu pun terus bertambah.
"Ini uang-uang lama. Nggak semuanya baru masuk dua tiga tahun yang lalu, ini bahkan sejak tahun 1970, ini kita batasi aja 20 tahun terakhir 1995 sampai 2015.
"Uangnya juga uang lama. Dan satu lagi, kita perlu ingat bahwa rupiah itu juga sudah terdepresiasi. Jadi waktu dia nyimpan masih dalam mata yang high currency-lah, rupiah pernah Rp 2.000 per US$, pasti secara rupiah dia pasti besar, jadi itulah bicara potensi," tutup Bambang.