Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan menegaskan rasio utang luar negeri dari sektor publik atau pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat aman.
Pinjaman asing yang tercatat US$ 153,8 miliar itu merupakan kebutuhan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bank Indonesia (BI) sebelumnya melaporkan kenaikan utang luar negeri dari sektor publik atau pemerintah dari negara, donor dan lembaga keuangan asing lainnya mencapai US$ 153,8 miliar atau 48,2 persen dari total utang luar negeri sebesar US$ 319 miliar per April 2016 atau sekitar Rp 4.210 triliun.
Realisasi utang luar negeri ini tumbuh 15,7 persen (yoy) atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 14 persen.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Jenderal PPR Kemenkeu, Robert Pakpahan meminta kepada masyarakat untuk melihat utang dari rasio utang terhadap PDB bukan dari segi nominal. Lantaran dia menuturkan, bagi beberapa negara memandang rasio utang luar negeri pemerintah Indonesia masih relatif rendah.
"Utang luar negeri pemerintah masih sedikit secara keseluruhan. Rasionya sekitar 30 persen dari PDB, masih sehat dan aman ," ujar dia saat berbincang Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Selasa (21/6/2016).
Robert menuturkan, pemerintah sudah merencanakan kebutuhan pinjaman atau utang luar negeri guna menambal defisit anggaran sebesar 2,15 persen dalam APBN Induk 2016. Dalam Rancangan APBN Perubahan 2016, pemerintah mengajukan pelebaran defisit 2,48 persen dari PDB sehingga ada penambahan pembiayaan dari utang.
Sejak awal tahun, kata dia, pemerintah sudah menarik utang hampir US$ 10 miliar hingga saat ini sebagai strategi mengamankan kebutuhan pembiayaan. Terakhir, Kemenkeu telah menerbitkan surat utang berdenominasi Yen Jepang atau Samurai Bonds senilai 100 miliar Yen Jepang, dan Euro Bonds senilai 3 Miliar Euro.
"Menambah utang luar negeri dari pemerintah sudah direncanakan sesuai APBN. Pemerintah agak agresif di semester I 2016 dengan (penarikan utang) hampir US$ 10 miliar. Tapi itu by design guna menghindari volatilitas di semester II 2016, tutur Robert.
Dia menegaskan, utang luar negeri pemerintah digunakan untuk kegiatan produktif, seperti membangun infrastruktur proyek jalan, jembatan, dan lainnya. Sementara untuk belanja pegawai dipenuhi dari penerimaan pajak bukan dari utang.
"Kita berupaya mengurangi utang. Opsinya mengurangi pengeluaran atau menambah penerimaan pajak. Maka dari itu, reformasi di pajak sangat penting," ujar Robert. (Fik/Ahm)