Liputan6.com, Yogyakarta - Sebagian wilayah Tanah Air rawan longsor. Yang menyita perhatian belakangan ini adalah bencana di Jawa Tengah (Jateng), khususnya di Purworejo.
Namun mirisnya, lokasi longsor itu malah menjadi tontonan warga. Padahal lokasi tersebut masih rawan bencana.
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga pakar geologi Dwikorita Karnawati mengatakan, warga seharusnya tidak berada di sekitar lokasi longsor demi keamanan.
"Seharusnya masyarakat tidak berbondong-bondong untuk melihat. Jadi harusnya kawasan itu dikosongkan demi keselamatan jiwa. Bukan malah memenuhi wilayah itu untuk menonton," ujar Dwikorita di kantornya, Yogyakarta, Selasa 21 Juni 2016.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk tak buru-buru membersihkan material longsor. Hal ini dinilai berbahaya lantaran dikhawatirkan bakal ada longsor susulan. Sebab air hujan yang turun masih terus bergerak di dalam tanah.
Baca Juga
Advertisement
Karena itu warga dilarang untuk berada di daerah bahaya longsor saat hujan atau beberapa jam setelahnya. Terutama di lereng yang memiliki kemiringan cukup drastis.
"Lereng tersusun lapisan miring ke arah luar lereng. Siapa tahu ada lereng yang mau longsor tapi belum longsor, ini daerah bahaya. Jangan berada di dekat di lereng saat hujan atau setelah hujan. Karena apa? Setelah hujan, lereng belum tentu longsor karena air perlu waktu untuk bergerak di dalam massa tanah, perlu waktu untuk bergerak," tutur dia.
"Sehingga beberapa jam setelah hujan jangan gotong royong untuk membersihkan material yang longsor sebelumnya. Misal, sebelumnya ada longsor lalu hujan reda. Dikira ini aman kita bersihkan material padahal air hujan masih beraksi dan berakumulusi dan bergerak mendesak ke arah bawah," sambung Dwikorita.
Lereng Rawan Longsor
Dwikorita menjelaskan. imbauan ini berlaku bagi masyarakat yang tinggal di lereng dengan potensi longsor. Seperti lereng yang tersusun tanah gembur, lereng dengan bidang miring, dan lereng dengan batuan retak.
Selain itu, kata dia, perlu dipasang tanda peringatan bahaya yang dibantu dengan peta zona merah. Setelah musim hujan selesai warga harus mengatur saluran drainase di atas lereng agar tidak terjadi longsor yang besar.
"Jangka panjang di kala musim longsor berakhir saluran drainase harus diatur. Jika di saluran permukaan perlu ada saluran kedap. Saluran kedap itu mengarahkan air untuk menjauh dari zona bahaya," papar dia.
"Ini harus ditampung di saluran sehingga tidak kena air hujan. Sementara air hujan yang mengenai zona bahaya itu ditancapkan bambu atau pipa untuk menguras air yang sudah masuk."
Dwikorita menambahkan, perlu adanya sempadan lereng agar tidak terjadi bencana longsor. Sempadan lereng, yaitu zona yang harus bersih dari hunian. Sempadan bisa seluas lebar lereng yang ada atau jaraknya satu setengah kali tinggi lereng yang akan roboh.
Misalnya lereng 100 meter maka jarak 150 meter tidak ada bangunan di sekitar lereng.
"Contoh di Padang ada lereng dua ratus meter, tapi longsorannya mencapai lebih dari 500 meter. Kekuatannya bisa dahsyat soalnya didorong aliran air dan gempa," ucap Dwikorita.