Liputan6.com, Caracas - Krisis yang melanda Venezuela semakin membuat rakyatnya menderita. Kini mereka kelaparan dan marah, sehingga tak sanggup mengantre karena roti tak kunjung didapat.
Langkah menyelamatkan negara dari krisis ala Presiden Nicolas Maduro dianggap gagal. Demonstrasi dan kerusuhan pecah di mana-mana. Dilansir dari Quarts, Rabu (22/6/2016), sejumlah orang merampok 100 supermarket di Kota Cumana sepanjang minggu lalu. Ratusan lainnya ditangkap, sementara seorang dilaporkan meninggal.
Advertisement
Situasi krisis Venezuela semakin parah. Negara mengontrol harga, ditambah dengan kelangkaan makanan membuat inflasi meninggi.
Untuk makanan standar bagi anggota keluarga berjumlah lima kepala, harga meningkat hingga 20 kali lipat.
Menurut riset yang dilakukan oleh Simon Bolar University, 90 persen populasi tak mampu membeli cukup pangan. Bahkan mereka yang punya uang, tak bisa menemukan makanan pokok di rak-rak supermarket.
Distribusi makanan dari rumah ke rumah yang dilakukan Maduro agar mencegah makanan di pasar gelap justru menambah frustrasi. Hal itu karena dilakukan oleh sekutu politiknya yang justru diperalat untuk meraih pendukung.
Krisis itu memicu kekerasan, kriminal, kekurangan listrik bahkan kehancuran ekonomi. Lebih dari 70.000 warga Venezuela antre memberikan tanda tangan di referendum agar Maduro lengser. Sementara itu, petisi untuk meminta presiden itu mundur telah mencapai 2 juta.
Keinginan rakyat Venezuela didukung oleh internasional. Termasuk AS yang mengirim diplomat veteran, Tom Shannon.
Dilansir dari Reuters, Shannon pun lantas bertemu pimpinan oposisi Henry Ramos dan dua calon presiden pengganti Maduro.
Shannon berharap bertemu dengan Maduro, mantan supir bus yang telah 3 tahun menjabat orang nomor satu di Venezuela menggantikan Hugo Chaves.
Kedatangan utusan AS membuat Maduro berang. Ia juga mengatakan referendum adalah bagian dari konspirasi internasional menjatuhkan dirinya. Ia menyalahkan kelangkaan bahan makanan karena perang ekonomi yang dilakukan oleh oposisi dan elitis.
"Peduli amat, kalau sampai tak ada makanan, akan lebih banyak kerusuhan lagi," kata Raibelis Henriquez kepada NY Times.
"Kami sekarang sedang memakan menu Maduro: tak ada makanan, tak ada apa pun," ujar Lucila Fonseca sambil memandang kulkasnya yang kosong...