Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyatakan, untuk meminimalisir adanya manipulasi KTP yang dikumpulkan temanAhok maka diperlukan verifikasi terhadap sejuta KTP dukungan yang sudah terkumpul.
Verifikasi diperlukan, kata Ahok, untuk memastikan kebenaran pernyataan eks TemanAhok yang menuding sejuta KTP TemanAhok adalah kebohongan publik.
"Makanya kita butuh verifikasi," di Balai Kota Jakarta, Rabu 22 Juni 2016.
Langkah verifikasi bisa membuktikan keaslian KTP dukungan itu. Para pendukung Ahok yang mengumpulkan KTP akan dikirimi SMS petugas KPU guna memastikan apakah benar pemilik KTP yang bersangkutan memang mendukung Ahok atau tidak.
"Kalau dikirim SMS, dia (pemilik KTP) terima SMS, mesti bales dong kalau kamu merasa enggak pernah kirim (KTP dukungan)," kata Ahok.
Diketahui, verifikasi KTP akan dilakukan oleh petugas KPU DKI, verifikasi meliputi verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual. "Kan sekarang lewat notifikasi toh, dan mereka harus jawab (verifikasi KPU)," ujar Ahok.
Sanggahan TemanAhok
Salah satu pendiri TemanAhok Singgih Widiyastono menyatakan, semua data yang diungkap mantan relawan TemanAhok, Richard Cs itidak akurat. Menurut dia, mereka hanya relawan di tataran penanggung jawab posko, tidak mengetahui rinci struktur, dana, serta jumlah posko.
"Kita tadi hanya geleng-geleng kepala saja, ketawa-ketawa saja mendengarnya," ujar Singgih di Markas TemanAhok, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu 22 Juni 2016.
Juru bicara TemanAhok, Amalia Ayuningtyas mengatakan, data tidak akurat yang dilontarkan Richard Cs tersebut yakni jumlah posko yang menurutnya berjumlah 153. Padahal jumlah posko TemanAhok fluktuatif dan tidak tetap.
"Jumlah posko fluktuatif, pernah mencapai 171, tapi sekarang kita cuma punya posko tak sampai 90 posko yang aktif," ucap Amalia.
Amalia juga membantah tudingan bahwa TemanAhok menggaji relawannya yang disebut-sebut mencapai Rp 10 juta per bulan. Menurut dia, dana yang diberikan hanya sebesar Rp 500 ribu per minggu. Itu pun diberikan sebagai dana operasional per posko.
"Kita bilangnya bukan gaji tapi biaya operasional untuk transport, telepon. Betul Rp 2 juta per bulan. Tapi kita berikan sistem rapel dari Rp 500 ribu per minggu per posko, bukan per orang, dengan target 140 KTP per minggu," papar Amalia.
"Makanya saya bilang, pekerjaan TemanAhok itu berat, tak bisa memperkaya diri. Kalau orientasinya hanya uang pasti mental," sambung dia.
Terkait pencetakan koran, kata Amalia, tidak ada dana tunai yang diterima TemanAhok. Proses pencetakan hingga distribusi Koran TemanAhok murni sumbangan dari relawan dalam bentuk barang dan jasa.
"Satu koran harganya Rp 840, bukan Rp 1.600 seperti yang mereka sebutkan. Kemudian pengadaan koran murni sumbangan donatur, kita tidak terlibat," papar Amalia.
Terkait laptop dan printer, tidak semuanya hasil dari pengadaan. Sebagian besar alat penunjang kerja itu didapat dari peminjaman oleh relawan. Begitu juga soal handphone yang disebut-sebut diberikan kepada setiap relawan.
"HP (handphone) ini bukan kami berikan, tapi kami pinjamkan hanya untuk penanggung jawab posko. Harga juga tak sampai Rp 2 juta. Jumlahnya juga hanya belasan, tidak sampai 50 unit," pungkas Amalia.
Advertisement