Liputan6.com, Jakarta - Kubah dan menara-menara kecil berwarna putih tampak menjulang tinggi di antara pemukiman elite di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Di bagian lain, Tulisan 'Masjid Ramlie Musofa' terukir dalam tiga bahasa itu, yaitu Indonesia Arab dan Mandarin terpampang di pagar depan masjid. Tulisan Bahasa Mandarin menunjukkan bahwa pemilik adalah warga Tionghoa.
Di sekeliling masjid, bambu kuning tertanam serupa pagar alami. Pucuknya dimainkan angin, menambah kesejukan masjid yang menghadap Danau Sunter itu.
Advertisement
Sofian, keluarga pemilik masjid Ramlie Rasidin menyatakan, nama masjid itu merupakan nama Ramli dan singkatan anak-anaknya. "Musofa itu singkatan dari Muhammad, Sofian, dan Fabian," kata Sofian kepada Liputan6.com, Rabu 22 Juni 2016.
Masjid yang beralamat di Danau Sunter Selatan 1 Blok 1/10 nomor 12 C 14 A, Tanjung Priok, Jakarta Utara, itu tengah jadi buah bibir.
Masjid bersih dengan ukiran di beberapa sisinya itu dibuat dengan perencanaan matang. Selama 40 tahun Ramlie menyimpan mimpinya. Barulah di pertengahan Mei 2016 mimpinya jadi kenyataan.
"Beliau sudah ingin membangunnya sejak muda, awal tahun 1970-an," jelas Sofian.
Awal 2011, mimpi Ramlie terwujud. Masjid itu mulai dibangun. Sejumlah material bangunan dibawa langsung dari Turki dan Italia. Pualam licin dan bebatuan alam lainnya dibawa secara bertahap. Pembangunan Masjid seluas 2.000 meter itu membutuhkan waktu lima tahun.
"Detailing-nya yang lama, beberapa ukiran seperti di kubahnya itu membutuhkan waktu yang lama," terang Sofian.
Dalam pengerjaannya, masjid yang baru dibuka sebulan lalu itu mencontoh bangunan Taj Mahal. Menurut Sofian, keluarganya memberikan buku soal arsitektur Taj Mahal pada arsitek yang membangun masjid.
"Beliau berharap masjid ini serupa Taj Mahal, tahan beratus tahun. Tapi, bukan bangunannya saja, orang-orang yang beribadah di sini juga tahan beratus tahun," ucap Sofian.
Saat ini, masjid ini telah digunakan untuk salat lima waktu, tarawih dan salat Jumat. Sementara, untuk pengajian belum terjadwal karena baru beroperasi.
Sodian menambahkan, siapapun bisa datang dan beribadah ke masjid ini. "Yang kami larang hanya menginap, selebihnya silahkan. Silahkan beribadah atau hanya berkunjung," kata pria lajang ini.
Masjid yang juga ramah bagi penyandang disabilitas itu membuka pintunya lebar-lebar bagi semua umat, bahkan non-muslim sekalipun.
"Asal sopan, tak berbaju minim, dan tak mengganggu ibadah, silakan datang. Gerbang kami bisa diketuk 24 jam," kata Sofian.
Meski baru sebulan buka, masjid itu sudah ramai dikunjungi. Ratusan jemaah rutin salat lima waktu.
"Masjidnya bersih, unik gitu, ada tulisan Mandarinnya," ujar Rahma (22), mahasiswi yang kebetulan berbuka dan salat di masjid itu.