Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan penerbitan Undang-Undang (UU) Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) tidak mengubah kewenangan Presiden dalam menentukan suatu kondisi krisis ekonomi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara mengatakan, penetapan suatu kondisi ekonomi tengah dalam masa krisis atau tidak tetap merupakan kewenangan Presiden. Lantaran penetapan tersebut melibatkan keputusan politik.
"Presiden pemegang mandat politik, dan pertanggungjawaban krisis juga sebagian adalah pertanggungjawaban politik," ujar dia di Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, dalam UU tersebut mengatur rekomendasi dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komite ini terdiri dari Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun semua keputusan terkait krisis tetap berada di tangan Presiden, setelah mendapat rekomendasi dari KSSK.
"KSSK memang merekomendasikan perkembangan ekonomi berdasarkan mandatnya masing-masing. BI dari kajian moneter, Kemenkeu dari kajian fiskal, OJK dari pengawas sektor keuangan dan LPS untuk resolusi bank," kata dia.
Meski demikian, lanjut Suahasil, rekomendasi dari KSSK ini tidak bersifat mengikat. Artinya, Presiden bisa saja mengambil keputusan berbeda dengan rekomendasi oleh KSSK terkait kondisi krisis.
"Apakah Presiden bisa berbeda suara? Saya harus katakan ya. Jadi Presiden bisa saja memiliki pandangan yang berbeda," ujar dia. (Dny/Ahm)