NATO: Keberadaan Inggris di UE, Kunci Perang Terhadap Terorisme

Sekjen NATO mengatakan, Inggris berperan besar sebagai jembatan antara UE dan NATO juga penghubung antara UE dan AS.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Jun 2016, 16:27 WIB
Sekjen NATO Jens Stoltenberg (The Guardian)

Liputan6.com, Brussels - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, keberadaan Inggris di jantung Uni Eropa (UE) sangat penting dalam memerangi terorisme dan migrasi massal ilegal. Pernyataan tersebut disampaikan olehnya ketika rakyat Inggris tengah melaksanakan referendum.

Namun jika Inggris benar-benar hengkang dari UE -- Brexit, maka instabilitas menghantui kawasan Eropa.

"Saya tidak punya suara. Itu terserah dengan rakyat Inggris untuk memutuskan. Yang bisa saya lakukan adalah memberitahukan Anda apa yang penting bagi NATO, dan Inggris yang kuat di Eropa yang juga kuat, baik bagi keduanya, bagi Britania Raya juga NATO.

Karena kita menghadapi tantangan keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan terorisme, instabilitas, dan keamanan lingkungan yang tidak terduga. Brexit akan menambah ketidakpastian dan ketidakstabilan itu," ujar Sekjen NATO Jens Stoltenberg seperti dikutip The Guardian, Kamis (23/6/2016).

Sejumlah pejabat NATO mengaku prihatin dengan dua ancaman besar saat ini, yakni kelompok teroris ISIS dan Rusia yang belakangan semakin agresif. Kedua ancaman ini sama-sama menargetkan UE sebagai tujuan yang strategis.

"Inggris adalah penyedia kekuatan besar di antara sekutu NATO di Eropa, jadi apa yang dilakukan Britania Raya penting. Bagi NATO adalah keuntungan untuk memiliki kepemimpinan Inggris di UE sebagai pendukung kuat kerjasama transatlantik dan juga untuk kerjasama UE-NATO," jelas Stoltenberg.

Selain itu, Sekjen NATO yang telah menjabat sejak 2014 lalu itu mengatakan, Inggris merupakan jembatan penting bagi UE dan NATO. Negara yang dikepalai Ratu Elizabeth itu juga kerap berbagi informasi tentang ancaman teroris.

Kerjasama antara Britania Raya dan NATO telah menjadi instrumen penting dalam mengendalikan pergerakan migran massal di Laut Aegea.

"Untuk melawan ancaman teroris kita butuh keduanya, baik UE mau pun NATO. Kita butuh kerjasama yang lebih kuat antara keduanya. Jika lingkungan kita lebih stabil, kita lebih aman," tegas Stoltenberg.

Stoltenberg, yang merupakan mantan perdana menteri Norwegia, mengatakan negaranya juga sempat menggelar referendum pada 1994 untuk memutuskan nasib keanggotaan di UE. Namun hasil pemungutan suara pada saat itu memutuskan Norwegia tetap berada di bawah naungan UE.

Lebih lanjut menurut Stoltenberg, Inggris adalah jembatan antara UE dan NATO, juga penghubung antara UE dan Amerika Serikat (AS). "Dan fakta itu penting bagi Inggris, AS dan NATO. Tidak ada satu pun dari kita memiliki peralatan (militer) yang begitu lengkap dan Inggris adalah sekutu dalam memfasilitasi itu," ungkap Stoltenberg.

Sekjen NATO yang ikut berkampanye untuk negaranya agar tetap bergabung dengan UE itu mengatakan, meski keluar dari organisasi itu Inggris tetap akan dipengaruhi oleh berbagai keputusan yang dibuat UE.

"Jadi jika memutuskan berada di luar UE Anda akan tetap terpengaruh oleh keputusan yang dibuat UE. Saya pikir lebih baik bersama-sama berada di satu meja untuk mempengaruhi keputusan yang mereka buat," pungkas Stoltenberg.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya