Detik-Detik Penggerebekan Pembuat Vaksin Palsu di Bekasi

Awalnya, kata Eko, Rita sempat mengelak dan melawan, jika dirinya dituduh memproduksi vaksin ilegal.

oleh Fernando Purba diperbarui 23 Jun 2016, 19:53 WIB
Awalnya, kata Eko, Rita sempat mengelak dan melawan, jika dirinya dituduh memproduksi vaksin ilegal.

Liputan6.com, Bekasi - Pasangan suami istri atau pasutri, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina diringkus tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Kedua warga Kemang Regency, Jalan Kumala 2, Nomor M29, RT 09 RW 05, Bekasi Timur, Kota Bekasi itu, ditangkap lantaran terlibat sindikat pemalsu vaksin balita.

Komandan Regu Satpam Perumahan Kemang Regency, Eko Supriyanto, menceritakan detik-detik penggerebekan, yang dilakukan pada Rabu 22 Juni sekitar pukul 21.00 WIB.

Awalnya, polisi datang beriringan menggunakan empat mobil besar berwarna hitam. Di antara kendaraan itu mengangkut para pelaku lain, yang lebih dulu ditangkap.

"Permisi, Pak, mohon ikut untuk kehadiran dan pengawalannya, pak," ujar Eko, menirukan ucapan polisi yang berpakaian sipil menjelang penggerebekan, saat berbincang dengan Liputan6.com, Bekasi, Kamis (23/6/2016).

"Lalu, saya tanya. Ada apa ya, pak?" kata Eko.

"Sudah ikut saja, nanti kamu tahu sendiri kok," sambung si polisi.

Namun, ada sebuah kejadian saat penggerebekan. Saat petugas hendak menggerebek rumah pasutri tersebut, rupanya polisi salah rumah.

Mereka masuk ke rumah orang lain, yang posisinya hanya berjarak tiga rumah dari dari tempat tinggal pasangan Hidayat-Rita.

"Kebetulan nama pelaku yang Rita sama dengan tetangganya itu. Udah gitu, kan saat penggerebekan polisi ikut ngebawa pelaku lain, yang bekerja sebagai kurir," kata Eko.

"Nah, kurirnya itu sempat salah tunjuk, nunjuknya ke rumah tetangga. Maklum, waktu itu juga sudah malam," sambung dia.

Kesalahpahaman itu tak berlangsung lama. Sebab, tetangga yang juga bernama Rita itu memaklumi kesalahan polisi.

"Enggak lama, si kurir (belakangan diketahui berinisial SH, sebagai kurir dan produsen) menunjuk rumah lain. Rumah kedua itu, ya rumah Bu Rita dan Pak Hidayat," papar Eko.

Dalam penggerebekan itulah, polisi akhirnya menemukan ribuan botol obat yang diduga sebagai vaksin palsu. Tak hanya itu, penyidik juga mendapatkan sebuah alat pembuat kemasan.

"Dari empat mobil itu, hanya ada enam anggota yang turun. Mereka langsung melakukan penggeledahan," jelas Eko yang ikut menyaksikan langsung penggerebekan.

Mengelak

Awalnya, kata Eko, Rita sempat mengelak dan melawan, jika dirinya dituduh memproduksi vaksin ilegal. "Katanya, bapak jangan macem-macem ya, bisa aja bapak yang taruh itu di gudang."

"Terus enggak lama, polisinya bilang, 'kita ini profesional, Bu. Kita masuk dengan tangan kosong, dan hanya membawa surat penangkapan ini'," sambung Eko, menirukan ucapan Rita.

Namun, Rita tak bisa berkilah lagi. Ia bungkam, saat petugas kembali menemukan ribuan botol vaksin palsu yang ia simpan dalam tempat ibadah dan kamar pribadinya.

"Barang bukti yang pertama ketemu itu di gudang. Bentuknya obat-obat cairan, yang berwarna putih. Kaya air infus. Setelah itu, petugas dapat lagi di dalam tempat ibadah dan kamar pribadinya. Nah, di situ udah dalam bal-balan kardus (siap edar)," papar Eko.

Tak lama, Rita dan suaminya Hidayat langsung digelandang ke dalam mobil polisi. Mereka langsung diangkut ke Baraeskrim Polri, guna keperluan penyelidikan.

"Total ada 36 kardus. Satu kardus aja isinya bisa puluhan. Kan botol vaksinnya kecil-kecil. Nah, kalau alat pressnya ada di dalam kamar," sambung dia.

Hasil produksi vaksin palsu ini, Rita dan Hidayat diperkirakan mampu meraup puluhan juta dalam seminggu. Sebab, mereka mampu memproduksi ribuan botol vaksin ilegal di rumahnya.

Sejumlah alat produksi, seperti alat suntik, selang, hingga lebel merek obat, berikut mesin pres juga berhasil ditemukan di rumah mewah itu.

"Wah, sudah kaya home industri aja. Banyak banget obat yang dibawa sama polisi. Tapi penggerebekannya cepet dan singkat, tetangga aja pada enggak tahu. Ya, sekitar jam 11 malam, polisi udah bubar," sebut Eko.

Sayang, Eko tak dapat menunjukkan sejumlah foto yang sempat ia ambil. Sebab, ia diminta polisi untuk menghapus foto di ponselnya saat penggerebekan sindikat pembuat vaksin palsu itu.

"Pas mau pulang, polisinya minta HP saya. Enggak lama, foto saya langsung dihapus," pungkas Eko.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya