Ketua BPK: Sampai Kiamat Harus Bayar Kerugian RS Sumber Waras

Menurut Ketua BPK, kewajiban membayar kerugian RS Sumber Waras jika tidak dilunasi akan terus dibebankan ke gubernur selanjutnya.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Jun 2016, 03:04 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo didampingi Ketua KPK Agus Rahardjo membacakan hasil pertemuan di kantor BPK, Jakarta, Senin (20/6). Kedua lembaga akhirnya menghasilkan beberapa kesepakatan terkait kasus RS Sumber Waras. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai mempunyai kewajiban membayar kerugian negara Rp 191 miliar dalam pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Kewajiban itu sudah sesuai berdasarkan hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2014.

Menurut Ketua BPK Harry Azhar Azis, sampai kiamat, Pemprov DKI wajib membayar kerugian negara itu. Tidak peduli siapa pun gubernurnya. Sebab, kewajiban itu jika tidak dilunasi akan terus dibebankan ke periode gubernur selanjutnya.

"Dia (Pemprov DKI Jakarta) akan membebankan kepada pemerintahan berikutnya. Dan jika pemerintahan berikutnya tidak menindaklanjuti akan membebankan ke pemerintah berikutnya, terus begitu sampai kiamat," ucap Harry usai buka puasa bersama di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.

Harry enggan memikirkan sejumlah pihak yang menyebut kalau RS Sumber Waras yang punya kewajiban kerugian negara Rp 191 miliar itu. Menurut dia, BPK sudah mengirimkan surat kepada Pemprov DKI, bukan dilayangkan ke RS Sumber Waras, terkait temuan kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.

"Itu urusan detail antara pemerintah. Surat kita tidak ke Sumber Waras, surat kita ke Pemprov DKI. Terserah Pemprov bagaimana. Kita tidak memandang Ahok, kita memandang pemprov secara keseluruhan," ujar dia.

Menurut Harry, hasil audit lembaganya itu final and binding alias akhir dan mengikat. Dia pun enggan mengomentari lebih jauh soal penyelidikan yang dilakukan KPK atas dugaan penyelewengan dalam pembelian lahan rumah sakit yang berada di kawasan Jakarta Barat itu.

"Kan kita sudah sepakat dengan KPK, kita saling menghormati kewenangan masing-masing. Jadi dari 2 laporan, laporan audit keuangan itu domain full BPK. Itu tiap tahun kita audit penyelenggara negara dari pusat sampai daerah. Kalau audit investigasi, posisi kita cuma semacam supporting, yang pemegang keputusannya bukan kita, tapi lembaga penegak hukum seperti KPK," Harry memaparkan.

Pernyataan Harry itu bertolak belakang dengan statement Staf Ahli Bidang Pemeriksaan Investigasi BPK, I Nyoman Wara. Dia menyatakan pihak yang harus mengembalikan uang Rp 191 miliar terkait pembelian lahan RS Sumber Waras bukan dibebankan ke pihak Pemprov DKI.

"Itu dibayarkan (pihak RS Sumber Waras) kan mestinya begitu. Mesti ditindaklanjuti, tindaklanjut kan waktu itu Ketua BPK sudah menjelaskan kan apa rekomendasinya," ujar Wara di Balai Kota, Jakarta.

Ia menjelaskan, Pemprov DKI dalam hal ini sudah menyerahkan uang Rp 191 miliar ke pihak RS Sumber Waras. Dengan demikian, tidak mungkin Pemprov DKI yang harus mengembalikan uang tersebut.

"Kalau Pemprov (DKI) yang mengembalikan jeruk makan jeruk dong, uangnya nantinya kembali kan ke Pemprov. Makanya sekali lagi baca LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) kemarin, yang LHP Pemprov DKI 2014," tutur I Nyoman Wara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya