Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan aksi pengadangan dirinya di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau RPTRA Penjaringan, Jakarta Utara merupakan aksi sebagian oknum, bukan penolakan dari warga sekitar RPTRA.
"Saya kira ini orang yang sama yang sudah coba-coba (aksi) sejak di Cengkareng, namakan masyarakat Cengkareng Utara. Sejak itu mereka ngomong, pokoknya kalau Ahok mau resmikan di mana pun enggak boleh, kecuali wakil (gubernur). Memangnya siapa lu? Masyarakat mana? Orang sampe di sana salaman-salaman. Sebagian udah pada kabur, takut. Tapi anak-anak, ibu-ibu masih tinggal kok. Masih foto-foto, ajak salaman di lapangan," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Ahok menegaskan tak mau takut akan gertakan warga yang akan mengadang dirinya. Oleh karena itu dia tetap datang apabila memang sudah diagendakan ke warga. Ahok menilai tak bisa pemerintah diatur oleh massa aksi atau preman.
Advertisement
"Usulan dari walkot (wali kota), lebih baik bapak enggak usah datang. Saya bilang yang tanda tangan siapa? Saya, ya saya dong dateng. Saya bilang tanya polisinya. Masa kalau ada massa enggak boleh datang? Emang negara ini diatur oleh massa? Mau cara preman apa negara ini? Ya tetap datang, polisi tanggung jawab dong," ucap Ahok.
Ahok menyebut dirinya sudah sering mendapat gertakan dari massa yang mendemo dirinya. Namun justru karena banyak gertakan, Ahok tetap maju karena tak mau disebut pengecut.
"Memang model gertak gitu udah sering. Waktu saya masuk kan sana buka kaca. Dia (polisi) bilang jangan buka kaca kan. Jadi memang ini (aksi) tindakan pengecut saja. Saya sampaikan saya bukan pengecut kalau tugas negara," tegas Ahok
Mantan Bupati Belitung Timur itu justru merasa kasihan dengan anak-anak yang ikut berdemo kemarin. Sebab, bisa saja anak tersebut kehilangan KJP (Kartu Jakarta Pintar) karena diperalat untuk berdemo.
"Anak-anak kok digebukin, kasihan. Jangan-jangan pegang KJP itu anak. Kasihan gitu loh diperalat gitu," pungkas Ahok.