Inggris Pro Brexit, Skotlandia dan Irlandia Utara Minta Merdeka

Dua daerah Britania Raya, Skotlandia dan Irlandia Utara, merasa Brexit merugikan mereka dan meminta ulang pemilihan untuk memisahkan diri.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 24 Jun 2016, 13:46 WIB
Pendukung kubu 'Remain' Brexit -- menginginkan Inggris tetap bersama Uni Eropa. (Reuters)

Liputan6.com, London - Hasil voting referendum Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit, untuk Irlandia sangat mengejutkan.

Ada 11 konstituen di Westminster, dengan tujuh di antaranya memilih sejalan dengan kubu Remain, sementara lainnya memilih berada di kubu Leave.

Kemenangan pro Brexit jelas membuat konsekuensi yang masif. Tidak hanya wilayah Irlandia Utara, tapi juga keseluruhan pulau. Salah satunya adalah pemilih Brexit kini menaikkan isu tentang perbatasan Irlandia.

Jika pemeriksaan perbatasan dan kontrol kembali diberlakukan, penduduk nasionalis Irlandia Utara akan marah. Hal ini juga akan menjadi keuntungan bagi pembangkang republik Irlandia yang menentang proses perdamaian.

Kaum republik garis keras akan berpendapat bahwa prinsip-prinsip kebebasan di pulau itu dan fakta bahwa Irlandia Utara secara de facto di bawah Inggris akan berbuah.

Dampak lain mungkin permintaan pembagian kekuasaan eksekutif untuk tingkat pajak yang rendah.

Negara tetangga, Republik Irlandia memberikan pajak rendah bagi korporasi sebesar 12,5 persen untuk memikat perusahaan internasional raksasa seperti Apple hingga Google. Akibatnya, ratusan ribu lapangan pekerjaan tersedia. Hal itu membuat Irlandia Utara 'iri'.

"Semua indikasi terlihat bahwa orang Inggris menjungkirbalikkan kehendak demokratis orang di utara Irlandia. Republik dan serikat, orang Katolik dan Protestan telah memberikan suara mendukung kubu Remain," kata pemimpin partai nasional Irlandia Utara, Declan Kearney, seperti dilansir dari The Guardian, Kamis (24/6/2016),

Dampak dari Brexit juga membuat partai Skotlandia Hijau memberi sinyal kalau kubunya akan meminta referendum kedua meminta kemerdekaan.

Scottish Green atau Partai Skotlandia Hijau sudah mengumumkan tentang petisi publik untuk meninjau kembali keberlangsungan hubungan Skotlandia dengan Eropa.

Pemimpin Partai Hijau Patric Harvie mengatakan, kampanye Brexit sangat manipulatif dan rasis serta menghancurkan ekonomi dan keuntungan dari Uni Eropa.

"Dengan adanya kemenangan ini, berarti Skotlandia harus terbuka dari setiap pilihan untuk melindungi diri dari berbagai ancaman," kata Harvie.

"Parlemen Skotlandia dan Inggris harus duduk bersama mendiskusikan nasib di masa depan. Rencana antar partai juga harus didiskusikan agar kita bisa mempertahankan diri sebagai warga Eropa," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya