Liputan6.com, London - Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron didesak mundur dari jabatannya menyusul kemenangan kubu pro Brexit dalam referendum yang berlangsung pada 23 Juni kemarin.
Hingga kini kubu pro Brexit berhasil mengamankan lebih dari 51,8 persen suara, membuat Inggris hampir dipastikan akan "bercerai" dari Uni Eropa. Sebelumnya terdapat berbagai pertanyaan terkait nasib PM Cameron, akankah ia bertahan atau mundur dari jabatannya.
Advertisement
Pertanyaan itu segera terjawab. Seperti diberitakan BBC, Jumat (24/6/2016), PM Cameron dilaporkan akan mengundurkan diri pada Oktober mendatang, tepatnya setelah proses referendum selesai.
"Rakyat Inggris telah memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa dan kemauan mereka harus dihormati," kata Cameron.
"Kehendak rakyat Inggris adalah instruksi yang harus disampaikan," katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Cameron di depan Downing Street 10, kantor sekaligus kediaman resmi PM Inggris. Ketika menyampaikan pengumuman itu, PM Cameron didampingi oleh sang istri, Samantha.
Cameron mengatakan, ia telah mengutarakan pada Ratu Elizabeth bahwa ia memilih untuk bertahan sementara di kursi perdana menteri, sebelum akhirnya menyerahkan kekuasaan pada penerusnya saat konferensi Partai Konservatif Oktober mendatang.
Dalam kesempatan yang sama, Cameron juga menyampaikan ia akan berusaha "menenangkan kapal" selama beberapa pekan bahkan beberapa bulan ke depan.
Selama ini, Cameron gencar berkampanye meminta rakyat Inggris untuk memilih tetap bertahan di UE. Ia mengingatkan mereka akan konsekuensi ekonomi dan keamanan jika Brexit terjadi.
Inggris dan Wales dilaporkan menjadi kantong utama bagi pendukung Brexit. Sementara rata-rata warga London, Skotlandia, dan Irlandia Utara memilih untuk tetap bergabung dengan UE.